Rabu 17 Jan 2024 23:54 WIB

LPEM UI: Pemerintah Punya Kapasitas Cukup untuk Capai Target Inflasi 2024

Inflasi Indonesia selama tahun 2023 menunjukkan tren penurunan.

Red: Ahmad Fikri Noor
Warga penerima manfaat mendapatkan 10 kilogram beras penyaluran bantuan pangan Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Foto: ANTARA FOTO/Idhad Zakaria
Warga penerima manfaat mendapatkan 10 kilogram beras penyaluran bantuan pangan Cadangan Beras Pemerintah (CBP).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) optimistis pemerintah dan Bank Indonesia (BI) memiliki kapasitas yang cukup untuk mencapai target inflasi tahun 2024.

“Menimbang capaian di 2023, kami optimistis pemerintah dan BI memiliki kapasitas yang cukup untuk mencapai target inflasi tahun 2024,” ujar Ekonom LPEM UI Teuku Riefky dalam laporan “Seri Analisis Makroekonomi Rapat Dewan Gubernur BI Januari 2024” di Jakarta, Rabu (17/1/2024).

Baca Juga

Secara keseluruhan, inflasi Indonesia selama tahun 2023 menunjukkan tren penurunan dan mampu dijaga dalam kisaran target BI. Angka realisasi inflasi sepanjang tahun ini tercatat sebesar 2,61 persen year on year (yoy), turun signifikan dari inflasi tahun 2022 yang mencapai 5,51 persen yoy akibat harga komoditas dan energi global meroket.

Sebelum tahun 2022, inflasi sepanjang tahun selalu lebih rendah dari batas bawah kisaran target BI sebesar 2 persen seiring pelemahan permintaan agregat selama pandemi COVID-19, yakni 1,68 persen yoy pada 2020 dan 1,87 persen pada 2021. Memasuki tahun 2024, terdapat dua perubahan utama dalam aspek inflasi domestik.

Pertama, pengukuran Indeks Harga Konsumen (IHK) akan menggunakan basis baru tahun 2022 dengan beberapa perubahan, termasuk perluasan cakupan dari 90 ke 150 daerah, pembaruan bobot komponen harga, tambahan perhitungan yang memasukkan aktivitas ekonomi digital, dan penyesuaian pola konsumsi pascapandemi Covid-19.

Kedua, BI akan menyesuaikan kisaran target inflasi dari 2-4 persen ke 2,5-3,5 persen. Di sisi eksternal, lanjutnya, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 2023 dan tercatat sebesar 3,3 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada Desember 2023, mengalami peningkatan dari 2,41 miliar dolar AS pada bulan sebelumnya.

"Surplus bulan Desember 2023 menyumbang terhadap surplus perdagangan keseluruhan tahun 2023 yang mencapai 36,93 miliar dolar AS, walaupun cukup menurun dibandingkan surplus tahun 2022 sebesar 54,46 miliar dolar AS akibat windfall profit dari tingginya harga komoditas," kata dia.

Relatif terhadap mata uang negara berkembang lainnya, rupiah dinilai memiliki performa lebih buruk pada dua pekan pertama 2024 kendati tercatat cukup stabil. Per 15 Januari, nilai tukar rupiah tercatat sekitar Rp15.550 per dolar AS, sedikit terdepresiasi sebesar 1,06 persen (year to date) sejak awal tahun.

Jika melihat mata uang negara peers, rupiah cenderung melemah dibandingkan rubel Rusia, rupee India, lira Brasil, peso Filipina, dan peso Argentina.

“Menimbang berbagai faktor tersebut, kami berpandangan BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,00 persen pada bulan ini,” ungkap Riefky.

Dengan rupiah yang melemah sejak awal tahun dan inflasi yang tidak menjadi isu saat ini, pihaknya berpandangan pemotongan suku bunga acuan yang terlalu dini bukan langkah yang tepat diambil oleh BI karena berpotensi memberi tekanan pada rupiah. "BI perlu mengatur waktu penurunan tingkat suku bunga acuan dengan mengacu pada keputusan The Fed (Federal Reserve),” ucapnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement