Sabtu 20 Jan 2024 20:33 WIB

Penerapan Pajak Hiburan Berpotensi Bikin Pengusaha Lakukan Ini

Pelaku usaha bisa merekayasa kategori usaha agar tidak terkena pajak hiburan.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Lida Puspaningtyas
Pekerja merapikan gelas di Inul Vizta, Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Pemerintah menetapkan kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan sebesar 40 persen hingga 75 persen yang diatur dalam UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tarif PBJT tersebut dikhususkan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan spa.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pekerja merapikan gelas di Inul Vizta, Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Pemerintah menetapkan kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan sebesar 40 persen hingga 75 persen yang diatur dalam UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tarif PBJT tersebut dikhususkan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan spa.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah pusat saat ini sudah menetapkan batas tarif baru untuk pajak hiburan tertentu yang saat ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji mengungkapkan sejumlah dampak berpotensi akan muncul baik kepada pelaku usaha atau konsumen sehingga perlu diwaspadai.

Baca Juga

"Yang perlu diwaspadai adalah skenario tax planning semisal mendirikan atau mengganti usaha yang secara substansi adalah jasa hiburan khusus tapi dengan kedok sektor jasa hiburan di luar kelompok khusus tersebut," kata Bawono kepada Republika, Sabtu (20/1/2024).

Dia menjelaskan dampak tersebut sangat perlu menjadi perhatian. Bawono menegaskan, pemerintah daerah perlu mengantisipasi risiko tersebut saat memutuskan memutuskan untuk menetapkan tarif pajak yang baru.

Tak hanya itu, dampak kebijakan tersebut juga bisa mendorong pelaku usaha lebih efisien atau memiliki keuntungan yang lebih rendah.

"Sehingga ditakutkan sektor ini nantinya tidak terlalu diminati investasinya," ujar Bawono.

Sementara dari sisi perubahan perilaku konsumen, juga bisa membuat mereka lebih condong untuk melakukan konsumsi jasa hiburan khusus dengan harga yang lebih murah atau bukan premium. Bahkan memilih jasa hiburan dan yang tidak terdeteksi oleh otoritas pajak daerah.

Secara ideal, Bawono menilai seharusnya penerapan pajak hiburan tersebut berdampak bagi pilihan hiburan yang dikonsumsi masyarakat. Hal itu dengan mengurangi hiburan khusus yang mungkin relatif dianggap tidak ramah terhadap publik.

"Namun demikian, dampak kebijakan seringkali perlu memetakan prediksi tentang perilaku pengusaha dan konsumennya," tutur Bawono.

Dengan adanya ketetapan batas baru untuk tarif pajak hiburan tertentu, saat ini pemerintah daerah harus menetapkan pajak hiburan tertentu sesuai dengan kaidah batu. Usaha hiburan yang terdampak tarif baru pajak yaitu jasa hiburan karaoke, diskotek, kelab malam, bar, dan spa.

Dalam aturan tersebut disebutkan, pemerintah daerah diberikan waktu dia tahun sejak diundangkan untuk menyesuaikan peraturan daerahnya. UU HKPD sejatinya dirumuskan untuk mendukung tata kelola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang adil, selaras, dan akuntabel. Selain itu, beleid ini juga menjadi upaya untuk menata perkembangan desentralisasi fiskal serta mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement