EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom senior Bahana TCW Emil Muhamad mengatakan sentimen positif domestik menjadi penguat pasar obligasi di tengah ketidakpastian ekonomi global.
"Potensi obligasi ini juga didorong oleh sentimen positif dari dalam negeri, meski perekonomian global masih dibayangi ketidakpastian," kata Emil di Jakarta, Selasa (28/2/2024).
Dari dalam negeri, Indonesia mengalami surplus perdagangan selama 45 bulan berturut-turut yang merupakan rekor terpanjang pascareformasi. Selain itu, selama kuartal I 2024, berbagai belanja pemerintah dan masyarakat akan didorong oleh gelontoran dana perlindungan sosial, kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN) dan kenaikan upah minimum regional (UMR).
Dari sisi swasta, respons positif pelaku bisnis atas pelaksanaan Pemilihan Presiden RI yang lebih singkat akan mendorong pelaku bisnis untuk melakukan penghitungan kebutuhan pendanaan untuk bisnisnya.
Hal itu berpotensi meningkatkan jumlah penerbitan obligasi korporasi. "Jumlah penerbitan obligasi korporasi di 2024 diprediksi akan meningkat dibanding 2023," ujar Emil.
Dengan merujuk pada data Bursa Efek Indonesia (BEI), emisi obligasi korporasi dan sukuk yang tercatat sepanjang 2023 sebanyak 107 emisi dari 57 perusahaan dengan nilai Rp117,80 triliun.
Sementara, pemerintah melakukan penerbitan Surat Berharga Negara atau SBN Ritel sepanjang 2023 sebesar Rp147,42 triliun. Capaian tersebut diperoleh melalui penerbitan tujuh seri SBN ritel yang ditawarkan pemerintah yakni SBR012, SR018, ST010, ORI023, SR019, ORI024, dan ST011.
Pasar obligasi diprediksi akan semakin menarik usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan BI-Rate sebesar 6 persen pada 21 Februari 2024. Tahun 2024, diyakini akan menjadi tahun terjadi penurunan suku bunga yang diprediksi akan dimulai pada Juli mendatang.
"Kami meyakini tahun 2024 akan menjadi tahun penurunan suku bunga yang akan berdampak pada kenaikan attractiveness (daya tarik) dan potensi kenaikan pasar obligasi," tutur Emil.
BI diyakini akan melakukan pemangkasan suku bunga setidaknya setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed memulai program pemotongan suku bunganya pada Juli 2024.
Hal tersebut berdasar pada proyeksi terbaru The Fed yang menyatakan akan menurunkan tingkat suku bunga atau Fed Fund Rate (FFR) sebanyak tiga kali sepanjang 2024, lebih sedikit dari proyeksi pasar yang sempat mencapai enam sampai tujuh kali penurunan suku bunga di 2024.
"The Fed diperkirakan baru akan memulai pemangkasan suku bunganya pada Juli. Kami memproyeksikan BI juga akan melakukan penyesuaian dengan melakukan menurunkan suku bunga setelahnya," katanya.