EKBIS.CO, JAKARTA -- Pakar ekonomi lingkungan IPB University Eka Intan Kumala Putri menyatakan ekonomi sirkular pada industri akan berdampak signifikan terhadap penerimaan negara sehingga kalangan industri termasuk industri baja diharapkan menerapkannya.
"Ekonomi sirkular masih bersifat imbauan, belum mandatori atau kewajiban, kalau yang voluntary-voluntary tersebut diakumulasi, termasuk dari industri baja akan cukup signifikan bagi penerimaan negara," katanya di Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Selain itu, tambahnya, penerapan ekonomi sirkular juga berdampak positif terhadap komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sehingga mendukung program net zero emission.
Terkait hal itu Eka menilai positif, beberapa industri baja padat kapital yang sudah menerapkan ekonomi sirkular, salah satunya PT Gunung Raja Paksi dengan menghasilkan green aggregate dari slag grinding.
Green aggregate tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai bidang seperti konstruksi jalan, industri batako dan paving block, beton ready mix, dan lain sebagainya.
Menurut dia, industri baja tersebut bisa dikategorikan menerapkan ekonomi sirkular sebab telah mendaur ulang limbahnya lebih dari satu tahap.
"Memang tidak mungkin sampai zero waste. Tetapi prinsipnya, ekonomi sirkular akan meminimalisir waste yang terbuang," ujarnya melalui sambungan telepon.
Eka menambahkan selain berdampak positif terhadap penerimaan negara, ekonomi sirkular juga menguntungkan bagi perusahaan dan lingkungan.
Dari sisi perusahaan, tentu akan mendapatkan intangible value dengan pengurangan emisi, produk perusahaan akan mempunyai brand di masyarakat sebagai produk berkelanjutan, perusahaan juga mendapatkan penghasilan dari produk yang terproses.
"Perusahaan juga akan mendapatkan value. Misal ikut proper atau certification, maka dari sisi bisnisnya akan terjamin," katanya.
Sementara itu dari sisi lingkungan, ekonomi sirkular akan mengurangi limbah, pencemaran, dan juga emisi yang terbuang.
Dikatakannya, penerapan ekonomi sirkular memang tidak mudah apalagi teknologi untuk daur ulang saat ini masih mahal, tetapi seiring berjalannya waktu, ketika teknologi sudah banyak dilakukan, biaya teknologi akan menurun.
"Harus ada inisiasi dari perusahaan yang padat kapital, misal industri baja dengan modal besar, untuk mencoba teknologi itu. Sehingga perusahaan lain juga mereplikasi," kata dia.
Sebelumnya Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amalia Adiningrat Widyasanti mengatakan ekonomi sirkular merupakan pilar utama menuju Indonesia Emas 2045.
"Penerapan ekonomi sirkular secara masif dapat membuka peluang baru untuk pertumbuhan ekonomi masa depan," katanya.
Menurut dia, penerapan ekonomi sirkular dapat memberikan manfaat besar bagi Indonesia, baik secara ekonomi maupun lingkungan. Ekonomi sirkular dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja baru, dan mengurangi emisi gas rumah kaca.