Jumat 22 Mar 2024 18:38 WIB

Tahun Lalu, Inklusi Keuangan Indonesia Capai 88,7 Persen

Tingkat inklusi keuangan terus mengalami peningkatan sejak 2016.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, tingkat inklusi keuangan terus mengalami peningkatan sejak ditetapkannya Strategi Nasional Keuangan Inklusi (SNKI) pada 2016. Disebutkan, peningkatan rata ratanya per tahun sebesar tiga poin persentase. 

Pada 2023, kata dia, tingkat inklusi keuangan Indonesia tercatat sebesar 88,7 persen. Angka itu lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang sebesar 85,1 persen, serta sedikit lebih tinggi dari target yang sebesar 88 persen.

Baca Juga

"Tentunya tiga indikator utama dari keuangan inklusif diukur dari indikator jangkauan akses, penggunaan produk keuangan, kualitas secara umum juga meningkat secara signifikan," katanya saat membuka Rapat Koordinasi Dewan Nasional Keuangan Inklusi (DNKI) di Jakarta, Jumat (22/3/2024).

Ia menambahkan, tingkat kepemilikan akun telah mencapai 76,3 persen pada 2023, lebih tinggi 0,3 poin daripada target sebesar 76 persen.

Walau tingkat inklusi sudah mencapai target, tapi kata dia, masih ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. Di antaranya kesenjangan atau gap antara tingkat inklusi dan literasi sebesar 35,4 persen.

Ada pula disparitas tingkat inklusi dan literasi keuangan antardaerah, antarkelompok sosial masyarakat, serta masyarakat pedesaan yang belum sepenuhnya terlayani keuangan formal sebesar 29,3 persen. "Kita juga perlu dorong optimalisasi kepemilikan rekening di berbagai kelompok masyarakat, masyarakat usia dewasa yang belum memiliki akun di lembaga formal ini besarnya sebesar 23,7 persen," tutur Airlangga.

Ia melanjutkan, tingkat literasi keuangan yang masih rendah dan belum meratanya penggunaan layanan keuangan digital turut menjadi masalah. Disebutkan, sebanyak 50,32 persen masyarakat belum memiliki literasi terhadap keuangan digital. 

Menurutnya, perlindungan hukum bagi konsumen juga perlu ditingkatkan. Diperlukan pula pengukuran data dan pengukuran keuangan inklusif di berbagai kelompok masyarakat termasuk masyarakat difabel di daerah tertinggal serta pekerja migran Indonesia.

"Juga perlu data keuangan inklusif untuk kelompok-kelompok intervensi seperti masyarakat difabel di daerah Tertinggal dan pekerja migran. Ditambah penguatan kelembagaan dari DNKI dan juga percepatan akses keuangan daerah tentang komite nasional literasi dan inklusi keuangan, ini amanat undang-undang nomor 4 tentang pengembangan P2SK," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement