EKBIS.CO, JAKARTA -- Ombudsman meminta Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) membentuk tim khusus bersifat independen dengan melibatkan Kepolisian dan Kejaksaan Agung. Tim khusu itu untuk melaksanakan kewenangan penyidikan atas temuan modus operandi yang memiliki aspek pidana di bidang perdagangan berjangka komoditi.
Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, menyampaikan, dari aduan 15 pelapor yang mengalami kerugian Rp 8,1 miliar di bidang perdagangan berjangka komoditi, Ombudsman menemukan enam modus operandi perusahaan pialang berjangka yang menyimpang.
"Bappebti memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi dan bahkan memberikan sanksi yang tegas kepada para pialang berjangka yang terbukti melakukan tindak pidana di bidang perdagangan berjangka komoditi," ujar Yeka, dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Ia menyebutkan, keenam modus operandi di bidang perdagangan berjangka komoditi dimaksud, yakni pertama, sebelum menjadi nasabah, para pelapor mendapatkan informasi menyesatkan dan janji fix income atau pendapatan tetap.
Para pelapor juga diiming-imingi keuntungan investasi sebesar 100 persen dan investasi dijamin aman. Namun, para pelapor tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni terkait investasi di bidang perdagangan berjangka komoditi.
Modus operandi kedua, yaitu pendaftaran akun nasabah dilakukan oleh pihak perusahaan pialang berjangka setelah para pelapor melakukan transfer dana, sehingga tidak semua pelapor melakukan registrasi daring secara mandiri.
Modus ketiga, yakni para pelapor mengalami kerugian akibat adanya mekanisme offset by system pada akun pengguna. Di mana mekanisme tersebut tidak pernah dijelaskan secara gamblang oleh perusahaan pialang berjangka.
Keempat, pialang berjangka tidak menjelaskan dokumen pemberitahuan adanya risiko dan dokumen Perjanjian Pemberian Amanat. Yang diberikan hanya sebagai bentuk formalitas karena dana para pelapor sudah masuk ke rekening para pialang.
Selanjutnya modus kelima, yaitu nasabah tidak melakukan percobaan akun, tetapi dilakukan oleh para pemasar pialang berjangka. Keenam, pelapor melakukan transfer dana margin sebelum mereka terdaftar sebagai nasabah di pialang berjangka.
Yeka menuturkan, para pelapor sebelumnya telah mengajukan permohonan pemeriksaan dan penyidikan kepada Bappebti atas dugaan tindakan pidana di bidang perdagangan berjangka komoditi tersebut melalui sistem pengaduan daring Bappebti.
"Namun, berdasarkan laporan yang masuk ke Ombudsman, tidak ada satu laporan pun yang naik ke tahap penyidikan. Bappebti hanya memberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis kepada para pialang berjangka," ungkap Yeka.
Maka dari itu dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), Ombudsman menyimpulkan bahwa Bappebti telah melakukan malaadministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum dalam pelaksanaan kewenangan penyidikan dan penundaan berlarut dalam penanganan pengaduan.
Untuk itu selain meminta Bappebti membentuk tim independen, ia menyebutkan pihaknya meminta Bappebti menerapkan pasal 156 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 49/2014 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi yang dapat memberikan efek jera kepada pialang berjangka.
Selain itu, Ombudsman turut meminta Bappebti memperbaiki kejelasan tahapan pada mekanisme penyelesaian perselisihan nasabah di bidang perdagangan berjangka komoditi sejak pengaduan masuk ke Sistem Pengaduan Online Bappebti sampai dengan tahap penyidikan, yang disertai dengan komponen standar pelayanan berupa waktu penyelesaian atau Service Level Agreement (SLA).
"Terhadap pelaksanaan tindakan korektif tersebut, Ombudsman memberikan waktu selama 30 hari kerja untuk mulai melakukan tahapan pelaksanaan sejak diterimanya LHP dan Ombudsman akan melakukan monitoring terhadap perkembangan pelaksanaannya," kata Yeka.