Jumat 17 May 2024 20:30 WIB

Industri Kreatif Minta Dilibatkan dalam Pengesahan RPP Kesehatan

Pasal pengaturan produk turunan tembakau dinilai merugikan pengusaha iklan.

Red: Fuji Pratiwi
Pedagang membungkus tembakau untuk pembeli di Kedai Tembakau Kemang, Bangka, Jakarta, Senin (25/12/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pedagang membungkus tembakau untuk pembeli di Kedai Tembakau Kemang, Bangka, Jakarta, Senin (25/12/2023).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Dewan Periklanan Indonesia (DPI) bersama asosiasi industri kreatif lainnya meminta pemerintah melibatkan mereka dalam pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Ketua DPI M Rafiq dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (17/5/2024), menjelaskan, DPI bersama anggotanya telah berkumpul dan membahas konsekuensi yang akan dihadapi industri kreatif bila pasal tembakau diterapkan di RPP Kesehatan. Menurut dia, anggotanya masih belum dilibatkan dalam perumusan aturan yang dianggap meresahkan dan mengancam berlangsungnya kehidupan industri kreatif.

Baca Juga

"Keresahan inilah yang kita tuangkan (lewat surat) dan kirim ke Presiden. Tujuannya bukan menentang, tetapi kita minta untuk dilibatkan, ditanya masukkannya untuk menyampaikan potensi atau masalah dari perspektif kita karena semua bisa diatur dengan baik," ungkap Rafiq.

Oleh karena itu, DPI bersama asosiasi industri kreatif lainnya juga meminta pemerintah untuk menunda pengesahan RPP Kesehatan. DPI menilai aturan yang tercantum dalam RPP Kesehatan, khususnya terkait pasal pengaturan produk turunan tembakau akan merugikan keberlangsungan pengusaha iklan lewat aturan yang bersifat restriktif atau membatasi keberlangsungan iklan, promosi dan sponsor rokok.

Baru-baru ini, DPI mengklaim kembali mengirimkan surat pernyataan sikap dan rekomendasi terhadap RPP Kesehatan yang berisikan penjelasan pasal yang memberatkan kelangsungan industri kreatif. Seperti pengaturan terkait pengetatan iklan dan sponsor produk tembakau di berbagai media konvensional, media digital maupun pertunjukan seni musik dan budaya.

Rafiq mengatakan larangan itu menghambat keberlangsungan industri periklanan dan media kreatif. Padahal, produk tembakau merupakan komoditas legal yang berhak memasarkan produknya dengan target konsumen dewasa (18 tahun ke atas).

"Saya tidak kebayang kalau konser musik tidak boleh disponsori rokok sehingga tidak ada lagi konser musik ke depannya karena mayoritas kegiatan musik di Indonesia disponsori oleh produk tembakau. Lalu, apakah lantas mereka harus membubarkan diri?" ujarnya.

Untuk itu, selaku Ketua DPI, Rafiq mengharapkan pengesahan RPP Kesehatan sebaiknya ditunda terlebih dahulu dengan melibatkan DPI juga seluruh anggotanya dalam penyusunan aturannya sehingga industri kreatif dapat memberikan masukan yang komprehensif. Agar RPP Kesehatan dapat berjalan dengan baik tanpa mengancam keberlangsungan industri media dan kegiatan ekonomi kreatif di Indonesia.

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement