EKBIS.CO, PALEMBANG -- Permasalahan hilangnya dana nasabah di salah satu bank nasional sempat menjadi sorotan publik baru-baru ini. Hilangnya dana para nasabah sebanyak Rp 7,5 miliar itu diduga merupakan hasil kejahatan penipuan yang dilakukan oknum mantan pegawai bank.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengatakan, saat ini OJK masih proses klarifikasi dan pemeriksaan. Sebelumnya, OJK telah memanggil 17 konsumen terkait untuk dimintai keterangan mengenai hilangnya dana nasabah.
"Jadi kami dalam hal ini masih dalam klarifikasi dan pemeriksaan nanti kalau sudah ada kesimpulannya pasti kami sampaikan," ujar Friderica ditemui usai Pembukaan Harvesting Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia dan Bangga Berwisata di Indonesia (Gernas BBI-BBWI) Tahun 2024 di Lapangan DPRD Provinsi Sumatera Selatan, Ahad (26/5/2024).
Lebih lanjut Friderica menyampaikan bahwa bank wajib bertanggung jawab jika terbukti terdapat kesalahan di pihak bank dan OJK dapat mengenakan sanksi. Namun, konsumen juga memiliki kewajiban untuk teliti sebelum berinvestasi.
"Dalam POJK Nomor 22 Tahun 2023 itu dan juga di Undang-Undang P2SK itu kita (OJK) mengajarkan kepada konsumen, dia enggak cuma punya hak tapi punya kewajiban loh. Kewajibannya apa? Ya itu dia juga harus memastikan misalnya dia kalau nabung ya harus setor ke banknya, jangan lewat orang. Kan sering orang itu duitnya hilang karena dia kasih ke orangnya yang misalnya titip gitu. Terus ternyata itulah agen bodong gitu," tutur Friderica.
Sebelumnya, Pengamat ekonomi Ryan Kiryanto mengingatkan masyarakat agar teliti sebelum membeli instrumen investasi. Perlu diketahui, ciri utama penipuan berkedok investasi adalah tidak dimilikinya dokumen perizinan yang sah dari regulator atau pengawas terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, Bappebti - Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, dan lainnya.
"Jadi pertama itu harus pastikan bahwa instrumen investasi tersebut itu ada dan terdaftar di OJK. Kemudian, pastikan siapa yang menjual atau yang memasarkan instrument investasi itu," ujar Ryan kepada Republika, Kamis (23/5/2024).
Hal penting yang perlu ditanyakan adalah surat tugas yang dimiliki pegawai yang menawarkan instrumen investasi tersebut. Karena, seringkali penipu menggunakan tanda pengenal pegawai yang masih sudah tidak aktif.
"Seperti kasus di salah satu bank, dia mantan pegawai, tapi ID card-nya dari lembaga sebelumnya itu masih dia bawa. Makanya haru diverifikasi, apakah ID card-nya itu masih valid atau enggak. Siapa tahu, ternyata dia udah pensiun tapi kok masih bawa itu. Kan kalau nasabah, calon konsumen kan tidak tahu bahwa dia udah pensiun atau masih aktif makanya harus cek surat tugasnya," terang Ryan.
Masyarakat juga harus memastikan dengan benar bahwa instrumen investasi tersebut diterbitkan oleh lembaga keuangan yang resmi dan telah memiliki dokumen perizinan yang sah.
"Kita harus teliti siapa yang jual, siapa yang memasarkan, resmi tidak dan penting juga setiap calon investor untuk mengukur kemampuannya secara finansial," tegas Ryan.