EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Eko Listiyanto mengatakan lonjakan impor produk Israel ke Indonesia dilakukan melalui Singapura. Hal ini lantaran Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
"Kita tidak punya hubungan kerja sama dengan Israel, setahu saya lewat pihak ketiga di Singapura," ujar Eko saat dihubungi Republika di Jakarta, Selasa (2/7/2024).
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) itu menyampaikan produk Indonesia pun tidak bisa ekspor langsung ke Israel lantaran tidak memiliki hubungan diplomatik. Menurut Eko, Israel juga tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat mendukung Palestina.
"Semua lewat pihak ketiga di Singapura, tapi sebetulnya itu produk Israel, jadi yang ekspor-impornya secara tidak langsung (ke Israel)," sambung Eko.
Eko melihat komposisi impor dari Israel sebagian besar produk berteknologi tinggi seperti senjata. Eko menilai segmen produk ini sangat terbatas dan memerlukan spesifikasi yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Eko menyampaikan senjata merupakan produk berteknologi tinggi yang tidak sembarang negara bisa memproduksi. Eko menilai alternatif produsen senjata juga sangat terbatas sehingga memaksa konsumen Indonesia harus membeli dari Israel meskipun tidak secara langsung
"Kalau pun ada substitusi mungkin belum tentu cocok. Produk senjata tidak sekadar harga tapi suku cadang, fungsi, dan kecocokan. Itu pasar yang terbatas," ucap Eko.
Eko meyakini pembelian produk berteknologi tinggi Israel tak hanya dilakukan oleh Indonesia, melainkan banyak negara lain. Eko menyebut negara-negara yang mengecam serangan Israel terhadap Palestina pun bisa saja tetap membeli produk senjata Israel melalui pihak ketiga.
"Semua negara mungkin juga banyak yang beli dari Israel terlepas konteks politik atau sikap negaranya," lanjut Eko.
Eko menilai sikap politik acap kali berbeda dengan kepentingan bisnis. Hal ini pun terjadi dalam hubungan antara Amerika Serikat (AS) dengan Cina.
"AS dan Cina bersitegang perang dagang tapi kalau AS mengeluarkan obligasi yang beli terbesar itu Cina. Terkadang unik juga, di sektor riil saling perang tarif tapi di sektor keuangan saling membantu," kata Eko.