EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi penurunan angka kemiskinan di Indonesia per Maret 2024 menjadi sebanyak 25,22 juta orang. Menanggapi data tersebut, pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan hal itu bentuk adanya harapan di tengah stagnasi perekonomian global.
Menurut data BPS, tingkat kemiskinan melanjutkan tren penurunan secara year on year (yoy) dari 9,36 persen pada Maret 2023 menjadi 9,03 persen pada Maret 2024. Tercatat per Maret 2024 tingkat kemiskinan turun 0,68 juta orang menjadi sebanyak 25,22 juta dari angka Maret 2023. Angka kemiskinan tersebut merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir.
Adapun secara spasial, tingkat kemiskinan menurun baik di perkotaan maupun di pedesaan. Tingkat kemiskinan di perkotaan pada Maret 2024 turun 7,09 persen dari 7,29 persen pada Maret 2023. Sementara itu, persentase penduduk miskin di perdesaan mengalami penurunan menjadi sebesar 11,79 persen dari 12,22 persen pada Maret 2023. Penurunan kemiskinan juga terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dengan penurunan tertinggi terjadi di Bali dan Nusa Tenggara.
Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia (rasio gini) juga menurun dan berada di bawah level prapandemi menjadi sebesar 0,379 pada Maret 2024 dari 0,388 pada Maret 2023. Level tersebut juga merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir. Penurunan ketimpangan terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, penurunan angka kemiskinan pada Maret 2024 ditopang oleh solidnya aktivitas ekonomi domestik. Dan berbagai program bantuan sosial pemerintah, khususnya dalam merespons kenaikan inflasi pangan pada awal 2024.
“Penurunan tingkat kemiskinan ini memberikan harapan di tengah stagnasi perekonomian global. Pemerintah akan terus berkomitmen menjaga stabilitas inflasi sehingga dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat, yang selanjutnya dapat mengakselerasi penurunan tingkat kemiskinan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat,” Kata Febrio dalam siaran pers, Selasa (2/7/2024).
Adapun, sejalan dengan itu, Febrio melanjutkan, inflasi Juni 2024 tercatat 2,51 persen (yoy), turun signifikan dibandingkan Mei 2024 sebesar 2,84 persen, dengan didukung oleh terkendalinya harga pangan serta stabilnya inflasi inti. Secara bulan ke bulan, terjadi deflasi sebesar 0,08 persen, seiring beberapa harga pangan yang terus melandai. Inflasi pangan bergejolak (volatile food) menunjukkan tren yang terus melandai.
“Berbagai harga pangan terus mengalami penurunan, antara lain bawang merah, tomat, daging dan telur ayam ras, ikan segar, serta beberapa jenis sayuran. Tren ini seiring peningkatan stok yang didukung oleh pasokan dalam negeri dan distribusi yang memadai. Harga beras juga terus menunjukkan tren positif, didukung program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) serta cadangan pangan yang kuat. Hal ini mendorong inflasi volatile food pada Juni terus melambat menjadi 5,96 persen (yoy), dari 8,14 persen (yoy) pada Mei 2024,” katanya.
Kemudian, pergerakan inflasi inti dan administered price mendukung terkendalinya inflasi umum pada kisaran sasaran. Inflasi inti hanya mengalami penurunan tipis sebesar 1,90 persen (yoy) dari 1,93 persen (yoy) pada Mei 2024. Febrio menuturkan, kondisi inflasi inti masih menunjukkan daya beli masyarakat yang kuat meskipun tetap harus diwaspadai.
Sementara inflasi administered price sedikit meningkat, menjadi 1,68 persen (yoy), dari 1,52 persen (yoy) pada Mei 2024. Itu dipengaruhi oleh faktor musiman, yaitu peningkatan tarif angkutan udara di tengah musim liburan sekolah dan dinamika harga avtur.
Febrio menyebut, inflasi yang terkendali juga tidak terlepas dari koordinasi fiskal moneter yang kuat melalui tim pengendali inflasi pusat (TPIP) dan tim pengendali inflasi daerah (TPID).
“Meskipun tren inflasi menunjukkan penurunan dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah terus bersiap dengan memperkuat kebijakan yang antisipatif menjaga produksi dalam negeri di tengah risiko perubahan iklim dan persiapan kebencanaan. Selain itu, pemerintah akan terus meningkatkan sinergi dan koordinasi dengan kementerian lembaga terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk menciptakan bauran kebijakan yang tepat dalam merespons situasi,” ujarnya.
Febrio melanjutkan, aktivitas manufaktur Indonesia juga melanjutkan tren ekspansif selama 34 bulan berturut-turut per Juni 2024. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di level 50,7, sedangkan Mei 52,1. Kinerja manufaktur didorong oleh tingkat output dan permintaan yang masih ekspansif.
Beberapa negara mitra dagang Indonesia yang juga mencatatkan aktivitas manufaktur ekspansif, antara lain China dan Amerika Serikat, masing-masing di level 51,8 dan 51,7. PMI manufaktur negara kawasan ASEAN seperti Vietnam dan Thailand juga ekspansif, masing-masing di level 54,7 dan 51,7.
Di sisi lain, aktivitas manufaktur kawasan Eropa masih berada pada zona kontraksi di level 45,6. Negara-negara di kawasan Eropa seperti Jerman dan Perancis mengalami kontraksi masing-masing ke level 43,4 dan 45,3. “Di tengah stagnasi ekonomi global dan gejolak pasar keuangan, PMI Indonesia masih dalam tren ekspansif dan kita berharap tren ini berlanjut ke bulan-bulan berikutnya dengan kualitas yang semakin baik. Pemerintah mengupayakan berbagai dukungan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan dan menjaga stabilitas perekonomian nasional ke depan,” kata Febrio.
Pentingnya literasi kurangi kemiskinan... (baca di halaman selanjutnya)