EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Yusuf Wibisono menyoroti soal realisasi APBN 2024 hingga akhir Mei yang mengalami defisit. Ia mewanti-wanti masalah defisit anggaran yang berketerusan akan menjadi masalah serius pada pemerintahan Prabowo Subianto mendatang.
“Defisit anggaran selalu muncul sebagai kombinasi dari dua faktor: rendahnya penerimaan negara, terutama pendapatan perpajakan dan ketidakmampuan menekan belanja negara,” kata Yusuf kepada Republika, Rabu (3/7/2024).
Dia menerangkan, tax ratio pada 2024 hanya diproyeksikan bergerak di kisaran 10,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), nyaris tidak ada peningkatan dari tax ratio 2023 yang juga 10,2 persen dari PDB. Angka tersebut bahkan lebih rendah dari tax ratio 2022 yang sempat mencapai 10,4 persen karena terbantu boom komoditas global. Sedangkan, tax ratio 2025 ditargetkan hanya di kisaran 10,2 persen dari PDB, tidak banyak berbeda dari tahun sebelumnya.
Di sisi lain, Yusuf menyebut, beban belanja negara terkait seperti belanja pegawai, belanja barang dan transfer ke daerah tidak pernah mampu diturunkan. Dan selalu mengambil porsi dominan dibandingkan dengan belanja modal dan belanja sosial.
“Selain faktor rendahanya tax ratio dan besarnya beban belanja negara, dalam dekade terakhir, terlihat determinan yang semakin dominan pada terus meningkatnya defisit anggaran, yakni stok utang pemerintah beserta beban bunganya,” terangnya.
Yusuf lantas menyinggung pemerintahan baru nantinya, yakni era Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Raka, wapresnya yang juga putra sulung Presiden RI saat ini Joko Widodo. Menurutnya, beban utang pemerintah beserta bunganya akan menjadi beban bagi Prabowo.
“Di era Presiden Prabowo, masalah ini akan semakin serius. Bila pada 2024 utang pemerintah yang jatuh tempo ‘baru’ di kisaran Rp 400 trilliun, maka di sepanjang 2025-2028 utang pemerintah yang jatuh tempo total mencapai Rp 3.100 triliun atau sekitar Rp 800 triliun per tahun,” terangnya.
Adapun beban bunga utang penerimaan kini ada di kisaran Rp 500-Rp 600 triliun per tahun. Sehingga beban bunga utang dan cicilan utang pemerintah di era Presiden Prabowo berpotensi menembus Rp 1.300-Rp 1.400 triliun setiap tahunnya.
Sebelumnya diketahui, pemerintah mencatatkan realisasi APBN 2024 masuk di zona defisit. Hingga akhir Mei 2024 pendapatan negara dari pajak, bea cukai, PNBP serta hibah turun hingga 7,1 persen yakni Rp 1.123,5 triliun. Pendapatan ini telah mencapai 40,1 persen dari target APBN tahun ini.
Sri Mulyani mengatakan, turunnya penerimaan itu memang masih dipicu oleh merosotnya berbagai harga-harga komoditas. Menyebabkan setoran penerimaan perpajakan, dan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP ikut merosot.