EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintahan Benjamin Netanyahu mengajukan tambahan dana sekitar 30 miliar NIS atau 8 miliar dolar AS (sekitar Rp 124,3 triliun) kepada parlemen Israel atau Knesset untuk membiayai penjajahan terhadap warga Gaza, Palestina. Sebanyak 26 miliar NIS akan didanai dari memperlebar utang nasional.
Sidang pleno menyetujui rencana tersebut melalui pemungutan suara pertama dari tiga pemungutan suara dan pembahasan diadakan di komite sebelum pemungutan suara akhir. Anggaran tambahan 2023 mengalokasikan sekitar 17 miliar NIS untuk militer dan sekitar 13,3 miliar NIL untuk dukungan sipil.
Menteri Keuangan Bezalel Smotrich tampak kesal lantaran hanya 4 miliar NIS dari rencana 30 miliar yang akan ditanggung negara. Smotrich memperingatkan Israel harus menutupi peningkatan utang nasionalnya di masa depan.
"Tidak ada makan siang gratis dan apa yang kita belanjakan hari ini akan kita bayar dengan bunga di tahun-tahun mendatang," ujar Smotrich dalam sidang pleno seperti dilansir dari timesofisrael pada Kamis (7/12/2023).
Pemerintah memangkas anggaran untuk sejumlah kementerian untuk biaya perang. Sejumlah dana lagi akan ditutup dari beberapa sumber, termasuk sekitar 1,6 miliar dari sumber politik hingga kontribusi dari Jewish National Fund.
Knesset pada Ahad lalu juga telah meloloskan aturan untuk memperlebar defisit anggaran operasional, ini demi meningkatkan pengeluaran yang besar. Israel telah bersiap untuk perang yang berkepanjangan sehingga mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk tujuan tersebut.
Sejumlah fraksi di Knesset menyampaikan keberatan atas usulan tersebut. Partai Persatuan Nasional mengecam Smotrich yang tidak piawai mengelola keuangan negara dan justru mengalir untuk kepentingan politik sektoral.
Menteri Ekonomi Partai Likud Nir Barkat meminta tambahan dana seharusnya ditujukan untuk menopang sektor industri yang sedang lesu. Barkat mengatakan aksi genosida terhadap Gaza justru mempersulit perekonomian Israel.
"Kementerian Keuangan tidak memanggil kami kembali. Kementerian Keuangan menyusun anggaran tanpa melihat masalah yang dihadapi dunia usaha akibat perang. Jika bisnis runtuh dan tidak dapat bertahan, ini adalah kemenangan bagi Hamas," tambah Barkat.
Anggota parlemen oposisi Merav Cohen juga mengecam pemerintah Israel karena menghentikan layanan penyelamatan jiwa sebagai bagian dari redistribusi pendanaan. Merav kesal dengan sikap pemerintah yang terus berperang sehingga mengabaikan tanggung jawabnya terhadap masyarakat.
"Layanan kesehatan, kesejahteraan, dan sosial harus dipangkas untuk upaya perang, namun miliaran untuk lembaga Taurat masih disuplai," katanya.