EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Perjuangan Ali Mahsun menyampaikan saat ini terdapat 65,4 juta pelaku ekonomi rakyat. Namun, kurang dari separuhnya masih belum melek soal literasi keuangan dan digitalisasi.
Ali mengatakan, era baru digital ekonomi menjadi tantangan bagi pedagang kaki lima. Digitalisasi suatu keharusan, tapi di sisi lain perlu diimbangi dengan literasi keuangan dan pemahaman soal digital agar tidak menjadi korban.
"Sebagian besar pelaku ekonomi rakyat belum melek digital. Pelaku ekonomi rakyat sangat membutuhkan literasi keuangan dan pelatihan digital yang inklusif. Mereka, sebagian besar berada di pedesaan, pedalaman, dan gang-gang kota," ujar Ali saat dihubungi, Senin (8/7/2024).
Menurut Ali, pedagang kaki lima yang melek digital baru sekira 40 persen atau setara dengan 30 juta pelaku ekonomi rakyat. Itu pun, lanjut dia, masih menggabungkan antara pembayaran melalui QRIS dan secara manual.
"Banyak belum melek teknologi karena itu pemerintah punya kewajiban memasifkan sosialisasi melibatkan banyak pihak termasuk organisasi. Supaya terjadi percepatan literasi keuangan dan pemahaman soal digitalisasi," tutur Ali.
Ali menambahkan, pentingnya pemahaman soal literasi keuangan lantaran kedepan untuk kredit perbankan dilihat rekam transaksinya secara digital. Karena itu, dia mengusulkan agar pemerintah menggandeng seluruh pihak untuk menggencarkan pemahaman soal literasi keuangan dan pemahaman digital ke para pelaku UMKM.
Indra, praktisi dan juga direktur utama PT Trans Digital Cemerlang (TDC), perusahaan merchant aggregator, mengakui pangsa pasar transaksi digital terutama pengunaan QRIS pada UMKM dan pedagang kecil sangat besar.
Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi quick response code Indonesia standard alias QRIS pada April 2024 tumbuh 175,44 persen secara tahunan (year on year/yoy). “Based data itu, kampanye transaksi digital on the track. Namun memang harus diakui butuh waktu untuk bisa mencapai seluruh wilayah terutama di desa-desa,” ujarnya.
Indra mengatakan Bank Indonesia tidak bisa berjalan sendiri dalam menkampanyekan transaksi digital ke seluruh pelosok negeri. Seluruh stakeholder dan perusahaan yang bergerak dibidang transaksi digital perlu melakukan sosialisasi yang sama masifnya dan perlu dibarengi dengan kreativitas dan inovasi.
Contoh inovasi yang dilakukan perusahaannya dalam produk Posku Lite untuk pembayaran melalui QRIS pada komunitas UMKM adalah memberikan insentif pendampingan literasi keuangan, seminar dan workshop digital marketing secara berkala, dan insentif lainnya selama menjadi mitra.
“Kami bekerjasama dengan mitra komunitas di Sumatera, Tamado Grup untuk menjangkau UMKM dengan melakukan kampanye UMKM Go Digital di Pematang Siantar dan Kabupaten Samosir. Dalam waktu dekat akan di Sabang (Aceh), Bali dan Bangka, kami sudah menyasar UMKM di desa-desa,” ujarnya.
Indra mengatakan alasaen pentingnya pendidikan dan pendampingan konsultasi keuangan kepada UMKM adalah dalam penyusunan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan merupakan alat utama untuk memantau kinerja keuangan dan arus kas UMKM.
Namun, Indra berharap perusahaan yang melakukan pendampingan dan konsultasi keuangan digital sudah memiliki ISO 9001:2015 tentang managemen mutu, ISO 37001:2016 Tentang Sistem Manajemen anti Penyuapan, dan ISO 27001:2022 tentang system keamanan Informasi.