Jumat 26 Jul 2024 16:39 WIB

Rupiah Lesu Hingga Sentuh Angka Rp 16.300

Rupiah menguat 51 poin atau 0,31 persen menyentuh level Rp 16.301 per dolar AS.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
 Nilai tukar mata uang rupiah mengalami pelemahan pada perdagangan hari ini. (ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Nilai tukar mata uang rupiah mengalami pelemahan pada perdagangan hari ini. (ilustrasi)

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Nilai tukar mata uang rupiah mengalami pelemahan pada perdagangan hari ini. Pelemahan terjadi seiring dengan penguatan dolar AS yang didorong faktor data Produk Domestik Bruto (PDB) AS yang tumbuh positif.

Mengutip Bloomberg, rupiah menguat 51 poin atau 0,31 persen menyentuh level Rp 16.301 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat (26/7/2024). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah juga tercatat melemah sebesar 70 poin menuju posisi Rp 16.250 per dolar AS.

Baca Juga

“Pasar mengambil beberapa isyarat positif dari data PDB AS kuartal kedua yang lebih kuat dari yang diharapkan,” kata Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, Jumat (26/7/2024).

PDB AS diketahui tercatat tumbuh 2,8 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal II/2024. Angka ini melampaui prediksi ekonom yang memperkirakan ekonomi AS tumbuh sebesar 1,9 persen.

Ibrahim melanjutkan, fokus pasar juga tertuju pada data indeks harga PCE (pengeluaran konsumsi pribadi) yang akan datang, sebagai pengukur inflasi pilihan Federal Reserve untuk isyarat lebih lanjut tentang pemotongan suku bunga.

Data itu diharapkan menunjukkan inflasi mereda lebih lanjut pada Juni, meskipun sedikit. Itu juga terjadi beberapa hari menjelang pertemuan The Fed yang mana bank sentral secara luas diharapkan mempertahankan suku bunga tetap stabil dan mengisyaratkan pemotongan suku bunga pada September.

“Suku bunga yang lebih rendah menjadi pertanda baik bagi emas dan logam mulia, mengingat bahwa mereka mengurangi biaya peluang berinvestasi dalam aset yang tidak menghasilkan,” ujarnya.

Sentimen eksternal lainnya yang memengaruhi pelemahan rupiah adalah faktor Wakil Presiden AS Kamala Harris yang menekan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Kamis untuk membantu mencapai kesepakatan genjatan senjata yang akan meringankan penderitaan warga sipil Palestina, dengan nada yang lebih keras daripada Presiden Joe Biden.

Genjatan senjata telah menjadi subjek negosiasi selama berbulan-bulan. Para pejabat AS yakin para pihak semakin dekat dari sebelumnya untuk mencapai kesepakatan genjatan senjata selama enam minggu dengan imbalan pembebasan perempuan, sandera yang sakit, lanjut usia, dan terluka oleh Hamas.

Faktor Internal

Sementara itu, Ibrahim berpendapat adanya sejumlah sentimen internal yang membuat mata uang Garuda mengalami pelemahan. Diantaranya karena pasar terus memantau perkembangan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia ke China.

“ULN Indonesia ke China terpantau membengkak dalam 10 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, dengan posisi terakhir pada Mei 2024 senilai 22,86 miliar dolar AS atau setara Rp 372,3 triliun (kurs pagi ini Rp 16.288 per dolar AS),” jelasnya.

Berdasarkan data statistika ULN milik Bank Indonesia (BI), secara umum posisi ULN Indonesia pada akhir Mei 2024 berada di angka 407,3 miliar dolar AS atau setara Rp 6.634,1 triliun. Posisi tersebut naik 1,8 persen secara year on year (yoy) dibandingkan Mei 2023 senilai Rp 400,24 miliar.

Adapun secara bulanan atau month to month (mtm) dari April 2024, posisi ULN naik 2,1 persen dari 398,82 miliar dolar AS menjadi 407,3 miliar dolar AS. BI mencatat kenaikan utang terutama didorong oleh bank sentral dengan nilai 18,78 miliar dolar AS pada Mei 2024, naik dari 9,26 miliar dolar AS pada Mei 2023.

Dengan berbagai sentimen yang memengaruhi pelemahan rupiah pada hari ini, Ibrahim memprediksi bahwa rupiah masih melanjutkan posisi melemah pada perdagangan selanjutnya, di awal pekan depan.

“Untuk perdagangan Senin depan, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.290-Rp 16.370 per dolar AS,” tutupnya. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement