Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno memberi masukan agar pemerintah membuat aplikasi serupa penyedia ojek online. Hal ini menurutnya sudah dilakukan oleh negara Korea Selatan.
"Jadi memang alternatif untuk masalah ini adalah pengemudi ojek online bisa menuntut pada negara untuk membuat aplikasi," ujar Djoko kepada Republika.co.id.
Karena, tuntutan kepada penyedia jasa aplikator menurutnya langkah yang tidak tepat lantaran muara dari permasalahan ini adalah pemerintah. Bila pemerintah membuat aplikasi serupa, diharapkan dapat digunakan di seluruh Indonesia dan Pemerintah Daerah (Pemda) yang akan ikut membantu pengelolaannya.
"Jadi nanti di pemda dapat uang dari situ. Tapi dengan catatan maksimal mengambil keuntungan hanya 10 persen, jadi memang harus ada aturan yang jelas dan tidak semua ya bisa menjadi anggota, ada seleksinya yang pasti," ujarnya.
Cara tersebut, lanjut Djoko, sudah berhasil dilakukan di negeri gingseng. Pemerintah Korsel dengan cepat membuat aplikasi taksi online lantaran banyaknya pengemudi kendaraan daring yang sudah lanjut usia, sehingga aplikasi dan aturan yang dibuat pemerintah digunakan untuk melindungi pengemudi.
"Keadaan ini beda sekali kan seperti di sini (Indonesia), yang mirisnya banyak pengemudi ojol yang meninggal karena kelelahan," ujarnya.
Adapun pada Kamis besok terdapat lima tuntutan yang yang disuarakan para ojol kepada aplikator dan pemerintah. Pertama, revisi Peraturan Kominfo Nomor 1 Tahun 2012 tentang formula tarif layanan pos komersial untuk mitra ojek online dan kurir online Indonesia. Kedua, hapus program layanan tarif hemat semua aplikator. Ketiga penyeragaman tarif layanan pengantaran barang dan makanan di semua aplikator.
Keempat, tolak promosi aplikator yang dibebankan kepada pendapatan driver. Kelima, legalkan ojek online Indonesia dengan membuat SKB beberapa kementerian terkait yang membawahi ojek online sebagai angkutan sewa khusus.