EKBIS.CO, JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menanggapi soal kondisi deflasi yang terjadi dalam empat bulan berturut-turut serta kondisi menurunnya jumlah kelas menengah. Berdasarkan analisisnya, kondisi itu tidak berdampak signifikan dalam sektor jasa keuangan.
Mahendra mendasarkan pandangan tersebut pada dua hal. Yakni secara umum mengenai kondisi pertumbuhan ekonomi yang dinilai tetap terjaga di tengah ketidakpastian global dan secara spesifik mengenai pertumbuhan di bidang-bidang sektor jasa keuangan.
“Terkait dengan inflasi saya rasa ini perlu dilihat secara lebih mendalam juga bahwa di satu sisi sekalipun terjadi deflasi, tetapi inflasi inti tercatat tetap naik 1,95 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, itu menunjukkan bahwa permintaan tetap memperlihatkan peningkatan,” kata Mahendra dalam konferensi pers RDK Agustus 2024 yang digelar secara daring, Jumat (6/9/2024).
Mahendra menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia nyatanya menunjukkan posisi yang positif, jika dibandingkan dengan kondisi perekonomian global yang saat ini mengalami perlambatan dan ketidakpastian. Itu terbukti dari angka pertumbuhan ekonomi pada Triwulan III/2024 yang masih tercatat berada di atas 5 persen.
Kemudian, Mahendra menerangkan secara spesifik mengenai pertumbuhan di sektor jasa keuangan. Ia menyampaikan performa sektor jasa keuangan tetap positif, dilihat dari angka pertumbuhan kredit perbankan, piutang pembiayaan, hingga outstanding pembiayaan.
Dia mengungkapkan, data pada Juli 2024 yang menunjukkan bahwa kredit perbankan mengalami pertumbuhan 12,4 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Angka piutang pembiayaan dari perusahaan pembiayaan juga mengalami pertumbuhan 10,53 persen (yoy). Adapun outstanding pembiayaan pada Juli 2024 mengalami pertumbuhan 23,97 persen, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya di angka 26,73 persen.
“Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan dan kinerja sektor jasa keuangan tetap terjaga baik,” ujar dia.
Dengan mendasarkan analisis pada dua hal tersebut, yakni pertumbuhan ekonomi serta pertumbuhan sektor-sektor jasa keuangan Indonesia, Mahendra pun menilai tidak adanya efek signifikan dari deflasi dan penurunan kelas menengah dalam sektor jasa keuangan.
“Dapat kita simpulkan bahwa terjadinya deflasi dan penurunan jumlah kelas menengah dilihat dari angka-angka yang ada dalam sektor jasa keuangan nampaknya belum memperlihatkan atau tidak memperlihatkan dampak yang signifikan,” ungkapnya.
Sebelumnya diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia mengalami deflasi selama empat bulan berturut-turut pada Mei—Agustus 2024. Tercatat pada Mei 2024 terjadi deflasi sebesar 0,03 persen, berlanjut menjadi 0,08 persen pada Juni 2024. Kemudian pada Juli 2024 menjadi 0,18 persen, yang berlanjut pula pada Agustus 2024 yang kembali ke 0,03 persen.
BPS juga merilis data mengenai jumlah kelas menengah yang mengalami penurunan. Berdasarkan data lima tahun terakhir, jumlah kelas menengah terus mengalami penurunan sejak 2019 yang sebanyak 57,33 juta orang. Lalu pada 2020 dan 2021 tercatat sama menjadi 53,83 juta orang. Pada 2022 menjadi sebanyak 49,51 juta, 2023 sebanyak 48,27 juta orang, lantas pada 2024 menjadi 47,85 juta orang.
Padahal, kelas menengah merupakan bantalan ekonomi negara, sehingga penurunan jumlahnya menjadi sangat kritikal dan krusial. BPS menyebut, kelas menengah merupakan salah satu penyumbang utama perekonomian Indonesia.