EKBIS.CO, JAKARTA -- Pakar energi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Nanang Hariyanto menyebut Indonesia belum memerlukan skema power wheeling. Skema ini masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Power wheeling merupakan mekanisme transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara/PLN dengan memanfaatkan jaringan transmisi/distribusi PLN.
Ia mengatakan hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 serta berisiko menaikkan tarif listrik dan menurunkan daya beli dalam negeri.
“Klausul power wheeling bertentangan dengan UUD 1945 yang mengamanatkan negara untuk menguasai hajat hidup orang banyak, termasuk pemenuhan dan ketersediaan energi pada sektor ketenagalistrikan,” katanya melalui keterangan, Ahad (8/9/2024).
RUU EBET berisiko memberikan paksaan bagi sistem ketenagalistrikan yang awalnya tertutup menjadi terbuka. “Dengan itu akan memberikan beban tambahan pada fungsi koordinasi dan pengiriman listrik yang sudah terbilang ekonomis saat ini,” tegasnya.
Untuk itu, kata Nanang, pemerintah dan DPR harus kuat menjaga kepentingan nasional. “Kita jangan mau dipaksa untuk menggenjot pemanfaatan power wheeling, tanpa melihat dampak buruk yang dihasilkan dari pemanfaatan power wheeling,” katanya.
Power wheeling merupakan skema yang lazim dalam sistem liberalisasi ketenagalistrikan yang tidak cocok diterapkan di Indonesia. “Masyarakat Indonesia butuh kepastian tarif listrik sesuai dengan daya beli," katanya.