Dampak penurunan BI Rate terhadap pertumbuhan kredit
Dampak kebijakan pemakasan suku bunga acuan oleh BI tak bisa dilihat dalam sekejap. Namun penurunan BI Rate dinilai dapat berpengaruh pada pertumbuhan kredit.
“Penurunan suku bunga ini berpotensi mendorong alokasi pada kredit. Dan perbankan bisa mengoptimalkannya, begitu juga pada korporasi,” kata Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Solikin M Juhro.
Solikin menjelaskan, dengan adanya penurunan BI Rate yang dilakukan pada bulan ini, diharapkan membuat suku bunga kredit ikut turun. Pada ujungnya untuk mendorong konsumsi dan investasi yang bakal mengungkit pertumbuhan ekonomi di Tanah Air.
“BI Rate turun pasti akan memengaruhi suku bunga bank. Suku bunga turun, nanti net interest marginakan mengalami peningkatan. Sehingga ini akan mendrong profitabilitas bank, dan mendorong pula perekonomian,” tegasnya yakin.
Kendati demikian, Solikin mengatakan, dampak dari pemangkasan suku bunga terhadap pertumbuhan kredit tidak bisa serta merta langsung terjadi sesaat setelah kebijakan moneter pro-growth itu diputuskan.
“Tentu pertanyaannya, kok belum keliatan? Ya, memang belum keliatan karena ada tenggat waktu, sekitar 4 bulanan. Itu nggak mungkin ujug-ujug,” ungkapnya.
Sebelumnya diketahui, BI memutuskan untuk memangkas tingkat suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin (bps) dari level 6,25 persen menjadi 6 persen. Hal itu disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan September 2024 pada Rabu (18/9/2024).
“Berdasarkan hasil pembahasan RDG pada 17 dan 18 September 2024 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen. Demikian juga suku bunga deposito facility turun 25 basis poin menjadi 5,25 persen dan suku bunga lending facility turun 25 basis poin menjadi 6,75 persen,” kata Perry dalam konferensi pers RDG BI September 2024 di Kompleks BI, Rabu (18/9/2024).
Perry menjelaskan, keputusan tersebut konsisten dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi pada tahun 2024 dan 2025 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1%, penguatan dan stabilitas nilai tukar rupiah, dan perlunya upaya untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi.
“Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan sesuai dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah, nilai tukar rupiah yang stabil dan cenderung menguat, serta pertumbuhan ekonomi yang perlu terus didorong agar lebih tinggi,” terangnya.
Perry menuturkan, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit atau pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.