Kamis 03 Oct 2024 12:59 WIB

Soal Impor Beras, Sekjen HKTI: Jaga Stabilitas Harga

Regulasi HPP gabah yang diterapkan Bapanas dinilai dapat membantu petani.

Red: Gilang Akbar Prambadi
Beras. Ilustrasi
Foto: Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO
Beras. Ilustrasi

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Sadar Subagyo, menilai kebijakan impor beras yang diterapkan pemerintah saat ini efektif dalam menjaga stabilitas harga pangan dan kesejahteraan petani. Menurut dia, langkah impor ini hanya berdampak pada inflasi jika dilakukan ketika produksi beras dalam negeri mengalami penurunan.

"Terbukti dengan adanya impor, harga gabah di tingkat petani masih tetap berada di atas Harga Pokok Produksi (HPP)," ujar Sadar saat ditanya mengenai kinerja pemerintah dalam mengatur volume impor beras sesuai kebutuhan dalam negeri, Kamis (3/10/2024).

Baca Juga

Lebih lanjut, Sadar menegaskan bahwa pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) sudah memperhatikan kesejahteraan petani dalam merumuskan kebijakan impor beras. Regulasi HPP gabah yang diterapkan Bapanas dinilai dapat membantu petani karena perhitungannya berdasarkan biaya produksi gabah yang riil dan sudah disesuaikan dengan keuntungan yang wajar.

"Regulasi HPP dari Bapanas sangat membantu petani. Struktur perhitungan HPP gabah telah memperhitungkan biaya riil produksi dan keuntungan yang wajar bagi petani," ujar dia.

Terkait upaya pemerintah dalam menjaga agar kebijakan impor tetap selaras dengan target swasembada pangan nasional, Sadar mengungkapkan bahwa neraca komoditi beras saat ini dalam kondisi yang sangat baik. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk memprediksi kapan impor perlu dilakukan secara tepat. Dengan kebijakan yang tepat, impor beras diharapkan tetap menjaga keseimbangan antara pasokan dan harga pangan, tanpa mengorbankan target swasembada maupun kesejahteraan petani di Indonesia.

"Neraca komoditi beras saat ini dalam kondisi yang sangat baik, sehingga dapat diprediksi dengan tepat kapan impor harus dilakukan," kata dia.

Sementara itu, Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso menambahkan sejatinya impor beras dilakukan karena pasokan dalam negeri yang kurang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, bukan untuk tujuan komersial. Menurutnya, impor ini bukanlah penyebab inflasi, terutama karena beras impor dijual di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET) dan ditujukan sebagai bantuan pangan melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

"Impor beras bukan penyebab inflasi. Tujuan impor adalah memastikan ketersediaan pangan dan menstabilkan harga melalui program SPHP, di mana beras dijual di bawah harga pasar," ujarnya.

Sutarto juga menyarankan agar beras impor tidak dilepas ke pasar selama masa panen agar pasar dapat diisi oleh beras hasil produksi dalam negeri terlebih dahulu. "Pada saat panen, harapan petani adalah beras impor jangan dilepas dulu, agar pasar diisi oleh beras dalam negeri," tambahnya.

Menanggapi pengaruh cuaca dan tantangan produksi pengaruh El Nino, Sutarto menjelaskan bahwa penurunan produksi beras tidak hanya disebabkan oleh fenomena cuaca ini, melainkan juga telah terjadi sejak 2018 karena konversi lahan, fragmentasi, dan mahalnya sewa lahan.

"Setiap tahun terjadi penurunan luas panen, yang berdampak pada produksi. Selain itu, jaringan irigasi juga belum tersentuh," ungkapnya.

Ia menekankan bahwa masalah utama dalam produksi beras terletak pada ketersediaan lahan dan jaringan irigasi yang belum optimal.

"Implementasi kebijakan di lapangan selama ini belum terkonsolidasi dan tersinkronisasi dengan baik," ujarnya.

Indikator keberhasilan impor beras menurut Sutarto adalah keberhasilan kebijakan impor beras dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti ketepatan jumlah, waktu, distribusi, harga yang terjangkau, serta kesesuaian dengan sasaran.

"Impor ini dilakukan untuk stabilisasi. Akan berhasil jika distribusinya merata dan harganya terjangkau sesuai dengan rencana," kata dia.

Sebelumnya, Perum Bulog berharap perintah penugasan impor beras untuk 2025 dapat keluar lebih cepat untuk mengantisipasi defisit produksi-konsumsi beras nasional pada tahun depan.

Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPR RI di Jakarta, belum lama ini, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan saat ini cadangan beras pemerintah (CBP) mencapai 1,35 juta ton dan akan bertambah 900.000 ton lagi pada akhir tahun ini dari impor, sehingga total CBP hingga akhir tahun diperkirakan akan mencapai 2,45 juta ton.

Stok tersebut sebagian besar akan digunakan untuk bantuan pangan pada Oktober dan Desember sebanyak 450.000 ton, serta beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) sebanyak 500.000 ton, sehingga stok beras yang tersisa hingga akhir tahun diperkirakan mencapai 1,5 juta ton.

“Sebanyak 1,5 juta stok CBP ini kalau dilihat angkanya lumayan aman, tetapi kita menghadapi Januari-Februari 2025 yang paceklik atau belum panen dengan defisit konsumsi-produksi nasional diperkirakan 3 juta ton,” ujar Bayu, demikian dilansir dari Antara.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement