Ahad 06 Oct 2024 11:11 WIB

Penyakit Kronis Anak Muda, Dari FOMO Sampai YOLO, Bikin Keuangan Makin Loyo

Gen Z-milenial sumbang 37,17 persen kredit macet pinjaman online

Red: Lida Puspaningtyas
Fear of missing out (ilustrasi).
Foto:

Kondisi keuangan anak muda yang kurang mapan ini dihadapkan dengan gaya hidup yang kurang sehat. Mulai dari merebaknya Fear of Missing Out (FOMO) hingga You Only Live Ones (YOLO) membuat 'tren' menjadi 'kebutuhan'. Gaya hidup seperti ini didorong oleh media sosial.

Guru besar bidang manajemen di Universitas Indonesia (UI), Rhenald Kasali menyampaikan FOMO telah menjadi driver konsumsi masyarakat. 

"Sebagian besar mereka (kelas menengah) memang konsumsi didasari oleh rasa tidak ingin ketinggalan," tuturnya.

Terlihat perbedaaan antara analisa ekonomi dan kondisi nyata yang terjadi di masyarakat lantaran dorongan FOMO yang begitu kuat. Dalam bisnis ada dua hal yang sangat berbeda antara daya beli dan keinginan membeli.

"Daya beli dan keinginan membeli adalah dua hal yang berbeda, yang dianalisa adalah daya beli, tapi keinginan membeli itu bukanlah purchasing power, tapi itu adalah atu willingness to pay, jadi orang kalau sudah ingin bisa menggunakan berbagai hal, seperti pinjaman atau pinjam dengan orang-orang yang dikenal atau banyak juga yang menggunakan paylater," jelas Rhenald.

Daya beli yang sebenarnya tidak ada ini menjadi ada dengan bantuan kredit cepat dan mudah. Industri paylater atau Buy Now Pay Later (BNPL) telah menjadi 'penolong' generasi muda untuk memenuhi 'kebutuhan'nya. Namun demikian, muncul masalah karena generasi muda ternyata tidak mampu membayar cicilan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan generasi Z dan milenial berkontribusi sebesar 37,17 persen pada kredit macet atau tingkat wanprestasi (TWP) 90 Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online untuk Juli 2024.

“Dari data yang ada pada kami di Juli 2024 porsi wanprestasi 90 hari atau TPW 90 untuk gen Z dan milenial ini yang kami kategorikan di usia 19 sampai 34 tahun itu adalah 37,17 persen,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulanan Agustus 2024, Agusman menuturkan tingkat risiko kredit macet secara agregat atau TWP 90 pada P2P lending, dalam kondisi terjaga di posisi 2,53 persen pada Juli 2024, menurun dibandingkan pada Juni 2024 yang sebesar 2,79 persen.

Sementara, outstanding pembiayaan di industri fintech peer to peer lending pada Juli 2024 terus meningkat menjadi 23,97 persen yoy, dengan nominal sebesar Rp69,39 triliun.

Untuk memitigasi risiko kredit macet oleh masyarakat termasuk generasi Z dan milenial, penyelenggara peer to peer lending telah diminta oleh OJK untuk membuat pernyataan peringatan kepada konsumen pada laman utama website maupun aplikasinya.

Kalimat peringatan tersebut berbunyi: Hati-hati, transaksi ini berisiko tinggi. Anda dapat saja mengalami kerugian atau kehilangan uang. Jangan berutang jika tidak memiliki kemampuan membayar. Pertimbangkan secara bijak sebelum bertransaksi.

“Mudah-mudahan pendekatan ini akan membantu untuk menyeleksi gen Z dan milenial dan siapapun juga yang ingin bertransaksi di peer to peer lending untuk lebih sadar dari awal risiko yang akan dihadapi,” ujar Agusman.

 

Anak muda harus belajar mengelola keuangan, bagaimana caranya...?

 

Yuk gabung diskusi sepak bola diĀ sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement