EKBIS.CO, JAKARTA -- Proyek cetak sawah yang dikebut pemerintah untuk mempercepat swasembada pangan dinilai realistis. Akademisi dari Universitas Andalas, Muhamad Makky, melihat proyek ini dibuat secara terukur, terutama dalam penggunaan benih unggul dan pemanfaatan teknologi mekanisasi, termasuk pompanisasi, sebagai alat produksi.
“Bahwa swasembada pangan yang digelorakan Presiden Prabowo pada saat pelantikan itu dapat terwujud dalam waktu cepat. Karena itu kita harus optimistis, jangan pesimistis,” ujar Makky dalam siaran persnya, Sabtu (26/10/2024).
Menurut Makky, sektor pertanian di bawah kepemimpinan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman terbukti mampu mengulang kejayaan swasembada selama empat kali berturut-turut, di antaranya pada tahun 2017, 2018, 2020, dan 2021.
Capaian tersebut membuktikan bahwa swasembada sudah di depan mata, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi atau cetak sawah baru di Merauke maupun Kalimantan. Makky menambahkan cetak sawah baru di Kalimantan dan Merauke merupakan langkah strategis untuk menjamin ketersediaan pangan jangka panjang bagi rakyat Indonesia.
“Saya kira apa yang dilakukan jajaran Kementan sejauh ini sudah tepat, di mana ada tambahan pupuk subsidi 100 persen, penyiapan benih unggul, sampai pemanfaatan mekanisasi sebagai upaya mempercepat produksi,” jelasnya.
Selain swasembada, Makky juga yakin program makan bergizi gratis yang digaungkan Presiden Prabowo akan berdampak pada peningkatan kecerdasan anak-anak usia dini di Indonesia. Ia juga menyarankan agar program makan bergizi gratis diperluas kepada ibu hamil dan menyusui, khususnya untuk menurunkan angka stunting bagi generasi selanjutnya di Indonesia.
Kementan, menurut Makky, sudah memiliki modal besar dengan surplus produksi protein hewani seperti telur dan daging ayam. Ia juga mencatat bahwa di negara seperti Jepang dan Korea, kemajuan masyarakatnya tercapai dengan asupan protein yang cukup, khususnya melalui konsumsi telur, daging, dan susu.
“Modal dari makan bergizi gratis sudah ada, yaitu produksi telur dan ayam yang sudah surplus. Jadi sekali lagi saya optimis terhadap jalannya program pangan nasional,” tambah pria yang mengajar di Fakultas Teknik Pertanian Universitas Andalas tersebut.
Sebagai informasi, pada tahun 2021, produksi telur di Indonesia mencapai 5,15 juta ton, sedangkan kebutuhannya hanya 4,95 juta ton, dengan surplus sekitar 200 ribu ton. Pada tahun 2022, produksi telur mencapai 5,57 juta ton, dengan surplus sekitar 63.066 ton. Sementara pada Agustus 2023, surplus telur mencapai 300.000 ton.
Makky juga menyoroti pentingnya memanfaatkan sumber protein tradisional, seperti dadih yang terbuat dari susu kerbau, sebagai pelengkap kebutuhan gizi masyarakat Indonesia. “Sumber protein lokal seperti dadih memiliki potensi besar dalam melengkapi program pangan nasional,” pungkasnya.
Pada kesempatan terpisah, Mentan Amran memang sempat menyebutkan bahwa pemenuhan kebutuhan protein tidak hanya bergantung pada susu. “Tubuh ini tidak bisa membedakan mana susu, mana ayam, mana telur. Yang dia tahu protein masuk, beres,” terang Amran.
Meski begitu, Kementan berupaya untuk menjalankan program peningkatan produksi susu dan daging sapi dengan menggaet investor serta mengatur regulasi untuk impor sapi perah. “Untuk susu sapi kita mengundang investor dari Vietnam, dia berani produksi susu 1,8 juta ton, kita impor 3,7 juta ton. Kami akan kawal ini,” jelas Amran.
Amran menyebutkan Kementan telah menyiapkan dua skema untuk mendukung program makan bergizi gratis. Selain program peningkatan produksi susu dan daging, Kementan juga memiliki program pekarangan pangan bergizi.
Ia pun menjelaskan bahwa makan bergizi gratis dapat disokong mulai dari tingkat rumah tangga melalui program pekarangan pangan bergizi. “Program kita ke depan adalah membagikan benih dan bibit unggul. Jadi di pekarangan bisa tanam sayur-sayuran, umbi-umbian, ternak ayam, bebek, lele di pekarangan,” sebut Amran.