Sentimen Dalam Negeri
Ibrahim mengatakan, ada sejumlah sentimen internal yang memengaruhi pergerakan rupiah pada perdagangan hari ini. Diantaranya adalah faktor ekonom yang menilai rencana Presiden RI Prabowo Subianto untuk mengubah kebijakan subsidi bahan bakar minyak menjadi bantuan langsung tunai (BLT) lebih tepat sasaran dan sudah baik. Ada sejumlah indikator yang membuat kebijakan itu dinilai cocok diterapkan mulai saat ini.
“Dari sisi faktor harga minyak mentah dunia saat ini sedang mengalami pelemahan di bawah asumsi APBN. Di samping tekanan inflasi yang melandai, minyak mentah dunia terjadi over supply akibat menurunnya impor minyak mentah dari Tiongkok akibat melemah ekonominya,” kata Ibrahim.
Dalam asumsi APBN 2024, harga minyak mentah acuan Indonesia atau ICP di level 82 dolar AS per barel, sedangkan pergerakan harga minyak mentah dunia sampai hari ini hanya di kisaran 74 dolar AS per barel. Sedangkan dari sisi inflasi umum per Oktober 2024 hanya 1,71 persen secara tahunan.
“Melandainya inflasi beberapa hari terakhir hingga memicu deflasi karena penurunan daya beli. Oleh karena itu perlu kriteria yang lebih longgar untuk masyarakat penerima kebijakan baru subsidi BBM itu bukan hanya masyarakat miskin, tapi rermasuk kelompok rentan dan menengah bawah,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Ibrahim, pemerintah tidak hanya fokus dalam perbaikan kebijakan subsidi BBM, tapi juga subsidi LPG dan listrik karena untuk LPG saja dari sisi nilai subsidi maupun kompensasinya itu besar. Untuk BBM meski tahun depan subsidinya Rp 26 triliun, tapi selain subsidi ada kompensasi yang cukup besar. 2023 lalu misalnya, kompensasi BBM realisasinya mencapai Rp 133 triliun dan 2022 mencapai Rp 307 triliun.
“Untuk perdagangan besok (Senin, 18/11/2024), mata uang rupiah (diperkirakan) fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 15.850—Rp 15.950 per dolar AS,” ungkap Ibrahim.