Oleh karena itu, guna menciptakan UMP yang lebih adil, Achmad menyarankan formula berbasis tiga pilar, yakni KHL, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. KHL sebagai basis kebutuhan dasar pekerja, inflasi menggunakan data tahunan yang dirilis oleh BPS, termasuk sektor yang paling mempengaruhi pekerja seperti pangan dan transportasi, serta pertumbuhan ekonomi (PE) sebagai insentif agar pekerja menikmati hasil produktivitas mereka.
Dia memaparkan, penerapan formula ini akan memberikan sejumlah manfaat. Pertama, perbaikan daya beli pekerja dengan menyesuaikan UMP terhadap inflasi, pekerja dapat mempertahankan daya beli meski harga barang naik.
Kedua, stabilitas sosial UMP yang adil dapat mengurangi konflik perburuhan. Ketiga, penguatan konsumsi domestik, kenaikan daya beli pekerja akan mendorong konsumsi, salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi nasional. Lebih lanjut, dirinya menambahkan bahwa Pemerintah perlu memastikan data KHL yang akurat dan terkini di setiap daerah.
Selain itu, transparansi dalam penentuan inflasi sektoral dan pertumbuhan ekonomi menjadi kunci keberhasilan formula UMP ini.
“Dalam konteks pasca-COVID-19, di mana daya beli pekerja dan kelas menengah terus menurun, formula ini tidak hanya relevan tetapi juga mendesak untuk diimplementasikan. Dengan formula yang tepat, kita dapat memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi seluruh lapisan masyarakat,” terangnya.
Adapun penetapan UMP yang adil adalah tanggung jawab bersama. Keberhasilan akan menentukan kesejahteraan pekerja dan stabilitas sosial-ekonomi Indonesia.