EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah telah merilis data terkini mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir November 2024. Realisasi penerimaan negara telah mencapai Rp 2.492,7 triliun atau 89 persen dari target, sementara belanja negara tercatat sebesar Rp 2.894,5 triliun, setara dengan 87 persen dari target. Defisit APBN tercatat Rp 401,8 triliun, meski keseimbangan primer tetap surplus Rp 47,1 triliun.
Terkait hal ini, Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo Suhindarto memberikan pandangan mengenai kemungkinan tercapainya target penerimaan negara sebesar Rp 517,85 triliun di Desember 2024. Berdasarkan realisasi hingga November, pemerintah masih menargetkan penerimaan negara sebesar Rp 316,69 triliun pada Desember untuk mencapai total penerimaan Rp 2.809,4 triliun, sedikit di atas target APBN.
"Secara teoritis, ini masih mungkin tercapai, meski saya memprediksi ada potensi sedikit lebih rendah dari target. Hal ini disebabkan oleh perlambatan ekonomi yang dapat menekan penerimaan pajak, khususnya dari sektor korporasi,” ujar Suhindarto kepada Republika, Jumat (13/12/2024)
Di sisi belanja, pemerintah merencanakan pengeluaran sebesar Rp 517,85 triliun pada Desember. Jika terealisasi, total belanja negara akan mencapai Rp 3.412,35 triliun, yang berpotensi mendorong defisit anggaran hingga Rp 603 triliun. Angka ini lebih tinggi dari target defisit APBN yang ditetapkan sebesar Rp 522,8 triliun.
Menurut Suhindarto, pemerintah harus berhati-hati agar defisit tidak melebihi target. Karena, jika defisit melampaui batas yang ditetapkan, implikasinya dapat memengaruhi pasar surat utang.
"Penerbitan Surat Utang Negara (SUN) untuk menutupi defisit berpotensi meningkatkan pasokan di pasar. Jika tidak diserap optimal, hal ini dapat mendorong yield naik, sehingga biaya utang pemerintah menjadi lebih mahal,” jelasnya.
Meski demikian, Suhindarto mengapresiasi strategi pemerintah dalam menjaga keseimbangan primer tetap surplus hingga November. “Surplus keseimbangan primer ini menunjukkan bahwa pengelolaan APBN cukup baik. Namun, fokus pemerintah kini adalah memastikan belanja efektif dan penerimaan negara tetap solid untuk menutup tahun fiskal dengan kinerja yang optimal,” tambahnya.
Suhindarto menyoroti, perlambatan ekonomi global dan domestik menjadi tantangan utama untuk mengejar penerimaan di Desember. Sektor korporasi yang terdampak perlambatan kemungkinan akan memberikan tekanan pada penerimaan pajak. Namun, optimisme tetap ada jika pemerintah mampu mendorong langkah-langkah intensifikasi pajak dan efisiensi belanja.
“Pemerintah perlu memastikan bahwa belanja pada Desember benar-benar berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi. Dalam situasi seperti ini, efisiensi dan pengawasan menjadi kunci agar defisit APBN tetap terkendali,” ujarnya.