EKBIS.CO, JAKARTA--Pemerintah tampaknya tak peduli menyikapi gejolak harga bahan pangan di sejumlah daerah. Alasannya, pola fluktuasi harga berbeda untuk tiap-tiap dan masih bisa diatasi dengan suplai pangan dari pemasok.
Namun, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Soebagyo, mengaku sudah menginstruksikan dinas-dinas di daerah untuk memantau pergerakan harga pangan. Kemendag mencatat, kenaikan pangan tertinggi dialami sayuran seperti cabai, bawang, kentang, dan tomat.
''Dari pengamatan terhadap delapan daerah di Indonesia, gejolak harga tidak merata. Misalnya, di Jakarta bergejolak, di Bandung tidak. Untuk Yogyakarta banyak yang naik antara 1-5 persen jika membandingkan harga 29 Juni dengan hari sebelumnya, sementara di Makassar, harga beras malah turun,'' jelasnya ketika dihubungi, Rabu (30/6).
Ke delapan daerah tersebut, kata Soebagyo, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Makassar, Medan, Denpasar, dan Surabaya. Dia memandang belum perlu membuka keran impor untuk menormalkan harga di tingkat konsumen. Karena, minimnya stok komoditas pangan tertentu di satu daerah, misalnya Jakarta, masih dapat dipasok dari Palembang.
''Untuk operasi pasar juga belum kita lakukan, masih kita pantau. Kecuali untuk beras karena Bulog sudah punya mekanisme kontrol harganya, jika ada peningkatan drastis lebih dari 10 persen maka mereka sudah punya cara untuk mengatur harganya,'' katanya.