EKBIS.CO, JAKARTA--Rendahnya kualitas infrastruktur, baik energi maupun distribusi, menghambat kinerja dan pengembangan industri keramik. Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri dan Keramik Indonesia (Asaki), Achmad Wijaya menuturkan, menurutnya, pemerintah tidak pernah menunjukkan keberpihakan terhadap industri dalam negeri. Hal ini terlihat dari tidak adanya jaminan suplai energi bagi sektor industri.
"Sampai hari ini, mau investasi dan ekspansi kapasitas masih tergantung kebijakan gas pada tahun depan," katanya kepada wartawan, akhir pekan lalu.
Padahal, katanya, industri keramik merupakan sektor yang rakus energi terutama gas. Menilik ke belakang, pada periode 2003-2004, tak ada pasokan gas yang memadai bagi sektor industri. Saat itu, utilisasi industri keramik mencapai titik yang rendah, sekitar 65 persen. Bila pasokan energi tidak mencukupi, ditambah adanya kenaikan harga, dia memperkirakan keadaan 6-7 tahun lalu itu dapat kembali terulang. "Itu prediksi terburuknya," ujarnya.
Tahun ini, Achmad memperkirakan, produksi keramik hanya 180 juta meter persegi dari kapasitas produksi terpasang sebesar 277 juta meter persegi, mengulang capaian utilisasi 2003-2004. Dia menuding, selain minimnya dukungan dalam pasokan energi, buruknya infrastruktur distribusi mengganggu pemasaran produk. "Kalau seperti ini terus, bisa-bisa produksi nasional hanya mencapai 65 persen utilisasi," katanya.
Achmad mencontohkan, kondisi infrastruktur yang masih buruk tercermin dari amblasnya Jalan RE Martadinata, Jakarta Utara, pekan lalu. Padahal, jalur itu merupakan jalur logistik utama yang dilalui untuk kendaraan distribusi yang masuk dan keluar pelabuhan Tanjung Priok. "Pemerintah tidak memikirkan infrastruktur khusus dari sentra industri ke Tanjung Priok. Jalan yang dipakai sekarang ini, dipakai juga untuk umum, perdagangan, jadi multifungsi," ucapnya.
Amblasnya jalan tersebut, kata Achmad, berpotensi untuk menambah biaya distribusi sampai 1,5 kalinya. Karena, pengiriman yang tadinya bisa sampai dua ritase, namun pada saat ini hanya satu ritase.