EKBIS.CO, JAKARTA--Para petani tembakau nasional kini sedang resah. Keresahan timbul akibat rekomendasi terbaru yang dikeluarkan Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) World Health Organization (WHO). Dalam butir rekomendasinya, FCTC WHO melarang penggunaan bahan lain selain daun tembakau dalam produk tembakau.
Terang saja larangan tersebut memicu kekhawatiran petani tembakau karena produk tembakau Indonesia umumnya menggunakan bahan campuran cengkeh. Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) dengan tegas menolak rekomendasi terbaru yang dikeluarkan FCTC WHO tersebut. Alasannya, pemberlakuan rekomendasi FCTC WHO dapat menghancurkan sumber penghidupan jutaan petani tembakau dan cengkeh Indonesia.
“Selain itu juga bisa mengancam kelestarian industri kretek nasional,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI, Abdus Setiawan, di sela unjuk rasa di Bumi Perkemahan Ragunan Jakarta, Rabu (29/9).
Dia menjelaskan, pelarangan penggunaan kandungan lain dalam produk tembakau, termasuk cengkeh, akan berdampak sangat serius terhadap penghidupan dan nafkah jutaan petani di Asia. “Di Indonesia, rekomendasi tersebut dapat mengakibatkan dua juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh kehilangan mata pencaharian,” imbuh Abdus Setiawan.
Sekretaris Jenderal APTI, Budidoyo, menambahkan, industri rokok di Indonesia merupakan rangkaian satu kesatuan yang tak terpisahkan mulai dari on farm hingga proses produksi rokok. “Karena itu, walau daun tembakau tidak dilarang dalam FCTC, namun rekomendasi ini akan berdampak serius bagi industri rokok kretek kita.”
Dikatakan, rokok kretek asal Indonesia merupakan ramuan dari beberapa bahan baku terutama daun tembakau dan cengkeh. “Nah kalau cengkeh dilarang dijadikan dalam ramuan rokok kretek, maka kekhasan rokok kretek kita akan hilang,” kata Budidoyo.
Padahal, dia melanjutkan, kekhasan rokok kretek inilah yang menjadi daya tarik bagi para perokok baik di dalam negeri maupun yang ada di luar negeri.