EKBIS.CO, JAKARTA--Pemerintah Negeri Paman Sam melalui organisasi bentukan pemerintah mereka, Millenium Challenge Corporation (MCC), tengah mempelajari model pembiayaan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) di Indonesia. Langkah MCC tersebut merupakan awal perwujudan kerja sama pengentasan kemiskinan antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Perwakilan MCC sudah menyambangi sejumlah LKMS, termasuk asosiasi yang menaungi lembaga-lembaga mikro syariah di Indonesia. Salah satu lembaga yang dikunjungi MCC adalah PT Permodalan BMT Ventura. "Mereka berkunjung ke sini untuk mengetahui sejauh mana efektivitas BMT-BMT atau islamic micro financing di Indonesia dalam mengentaskan kemiskinan," ujar Direktur Utama BMT Ventura, Saat Suharto, kepada Republika, Kamis (18/11).
Dalam situs resminya, MCC yang berkantor pusat di Washington DC, menegaskan, organisasi mereka merupakan agen independen pemerintah AS yang memberikan bantuan kepada negara-negara asing dalam program pengentasan kemiskinan global. Salah satu fokus program MCC yang dibentuk pada 2004 adalah pemantapan ekonomi dan wirausaha kecil.
Sejauh ini, MCC sudah menggelontorkan modal pinjaman sebesar 29 juta dolar AS kepada usaha kecil di bidang pertanian. Ia melanjutkan, saat berkunjung ke BMT Ventura, para perwakilan MCC mendalami angka-angka dan data statistik tentang efektivitas pembiayaan yang dilakukan LKMS serta pengaruhnya terhadap pengentasan kemiskinan.
Sayangnya, sampai saat ini belum ada sebuah analisis ilmiah yang bisa memaparkan seberapa efektif pembiayaan mikro syariah dalam mengurangi faktor kemiskinan di desa-desa. "Tapi kami katakan, dengan pinjaman rata-rata Rp 3 juta per nasabah dan porsi pembiayaan produktif mencapai 98 persen, pembiayaan BMT-BMT dipastikan menyasar kepada kegiatan ekonomi riil pada lapisan masyarakat terbawah," papar Saat.
Dia menambahkan, apabila MCC memutuskan untuk menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga pembiayaan mikro syariah, maka perjanjiannya akan dilakukan antara pemerintah Indonesia dan AS (Government to Government/G to G). "Jadi sampai saat ini belum ada komitmen atau nota kesepahaman bersama berapa pinjaman modal yang mau diberikan kepada lembaga mikro syariah kita," ujarnya.
Saat memaparkan, sampai tahun 2010, jumlah BMT yang ada di Indonesia sudah menembus angka 4.000 buah. BMT-BMT tersebut tergabung ke dalam beberapa wadah asosiasi yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. BMT Center, salah satu asosiasi BMT di Indonesia, menyatakan, LKMS selama ini sudah membuktikan diri sebagai penggerak ekonomi rakyat kecil.
Dengan sasaran utama para pelaku usaha mikro dan super mikro yang berada di pedesaan, LKMS/BMT turut meningkatkan daya tahan ekonomi rakyat pedesaan terhadap krisis keuangan global. "BMT terbukti ikut membantu pelaku usaha kecil bertahan di tengah krisis," ujar Ketua Umum BMT Center, Jularso.
Dia melanjutkan, aset yang dikelola seluruh BMT di Indonesia tidak bisa dipandang kecil, yaitu mencapai angka Rp 3 triliun. Pertumbuhan BMT-BMT dari tahun ke tahun pun menunjukkan tren yang sangat positif yaitu berada di kisaran 30 persen sampai 35 persen. Dengan aset sebesar itu, jumlah pelaku usaha kecil yang menerima pembiayaan dari BMT mencapai 1 juta nasabah.
"Jika ada bantuan penguatan modal untuk BMT-BMT, saya yakin pelaku usaha kecil yang bisa dibiayai akan lebih banyak lagi. Dan ini jelas mengentaskan kemiskinan di desa-desa," imbuh Jularso.
Managing Director Sarosa Consulting Group, Pietra Sarosa, menyatakan, prospek pembiayaan usaha kecil dengan skema syariah masih sangat terbuka di Indonesia. Dengan ketangguhan usaha dan daya tahan yang tinggi terhadap krisis, kata Pietra, sektor UKM berpotensi meningkatkan kesejahteraan rakyat pedesaan.
"Semakin banyak bantuan modal terhadap para pelaku usaha kecil ini, maka semakin dahsyat potensial marketnya," kata Pietra.
Dikatakan dia, selama ini kesulitan yang dihadapi para pelaku usaha kecil adalah terbatasnya akses permodalan pada perbankan. Padahal, angka pengembalian modal dari sektor usaha kecil yang menerima pinjaman, lebih bagus dibandingkan sektor usaha menengah atau industri besar.
"Masalahnya banyak UKM itu yang belum eligible dan bankable, tapi kalau dari sisi kemampuan perputaran modal, mereka terbukti sangat bagus," tandas Pietra.