EKBIS.CO, JAKARTA--Komisaris Utama Telkom Tanri Abeng, menyatakan dalam proses merger unit usaha Code Division Multiple Access (CDMA) Telkom, Flexi dengan Esia, anak usaha PT Bakrie Telecom Tbk, ia menyatakan Telkom tidak harus menjadi pemegang saham mayoritas. Hanya saja, ia mengungkapkan struktur merger Flexi dengan Esia haruslah membawa keuntungan.
"Kalau saya tidak harus mayoritas. Arahnya itu konsolidasi. Selama memberikan benefit (keuntungan) bagi publik, Bakrie (Telecom) dan pemerintah ada, serta strukturnya yang paling baik," tutur Tanri.
Menurutnya, Telkom sebaiknya memetik pelajaran dari Singtel terkait rencana konsolidasi Flexi dengan Esia. Tanri menyontohkan Singtel yang hanya memiliki 35 persen saham di PT Telkomsel, namun tetap kuat dari sisi manajemen.
Terlebih lagi, ia memaparkan jika Telkom mengincar posisi mayoritas dalam merger Flexi dengan Esia, maka akan terkesan hanya berorientasi terhadap aset saja. "Kita harus belajar dari Singtel yang menguasai hanya 35 persen saham di Telkomsel. Namun posisinya kuat di manajeman. Kalau minoritas, kita akan fight menempatkan orang-orang terbaik dan kompeten," papar Tanri.
Sejauh ini, ia mengungkapkan baik Telkom maupun Bakrie Telecom, belum memperoleh kesepakatan merger. Telkom menyerahkan masalah merger Flexi dengan Esia kepada pemerintah. Tetapi Tanri berharap keputusan merger Flexi dengan Esia bisa rampung selepas Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Telkom pada 17 Desember 2010 mendatang.
"Setelah RUPSLB Telkom, sesudah itu baru ada fokus penjelasan, akan dilanjutkan atau tidak. (Merger Flexi dengan Esia) tidak masuk ke dalam agenda (RUPSLB)," tutur Tanri.
Namun, sebelumnya ia menguraikan merger Flexi dengan Esia tersebut juga harus dilihat apakah semua aturan main bisa diikuti atau tidak. Terlebih lagi, Telkom saat ini tercatat sebagai perusahaan terbuka yang dualisting. Maksudnya, selain tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mencatatkan diri di bursa Amerika Serikat.