EKBIS.CO, JAKARTA--Pemerintah mencermati tingginya tingkat rasio utang terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Jepang. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, tingkat rasio utang itu telah menurunkan persepsi lembaga pemeringkat terhadap Jepang. "(Rasionya) ada di atas 200 persen, sedangkan di Indonesia ada di kisaran 26 persen. Kondisi itu yang perlu kita waspadai," ucapnya kepada wartawan, Senin (14/3).
Sebelumnya, AFP menulis, lembaga pemeringkat Moody’s International Services menurunkan outlook utang luar negeri Jepang menjadi "negatif". Keputusan ini didasarkan pada anggapan bahwa pemerintah Negeri Sakura dinilai tidak cukup kuat mengatasi defisit. Lembaga pemeringkat lainnya yakni Standard & Poor’s (S&P) juga memangkas rating Jepang. Saat itu S&P menilai Jepang kehilangan strategi yang masuk akan dalam upaya meringankan besarnya utang pemerintah.
Tingginya tingkat rasio utang versus PDB di Jepang terjadi karena pemerintah mereka memompakan triliunan yen ke dalam perekonomian untuk menggerakkan perekonomian yang sakit karena krisis keuangan global. Namun, karena cepatnya pertambahan populasi penduduk berusia lanjut dan deflasi yang terus terjadi, membuat ekonomi Jepang tetap lemah sehingga para pembuat kebijakan menahan pengucuran pinjaman.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development Economy and Finance (Indef), Ahmad Erani Yustika mengatakan, penurunan peringkat yang disambung bencana gempa dan tsunami yang menimpa Jepang dapat menyurutkan potensi penyerapan Samurai Bond. "Jepangnya yang terdampak, Samurai Bond-nya akan mengalami penurunan permintaan karena rating turun, tapi secara umum itu tidak berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia," ucapnya.