EKBIS.CO, JAMBI - Konsultan perusahaan kayu manis Co. Casia dari Belanda mengaku sangat dilematis mendapati lahan pertanian kayu manis (cassiavera) di Kabupaten Kerinci, Jambi, sebagian besar dikuasai dan dimiliki para "petani berdasi".
Co. Casia merupakan perusahaan Belanda yang akan berinvestasi membangun pabrik kayu manis di Kerinci. Saat ini melalui konsultannya, mereka tengah melakukan survei untuk merealisasikan rencana investasi itu.
"Ternyata lahan-lahan ladang kayu manis di Kerinci antara 80-90 persen telah dikuasai atau dimiliki oleh para petani berdasi atau para toke yang dalam bahasa setempat disebut 'induk semang'," kata Konsultan Co. Casia Firman SH di Jambi, Senin (11/4).
Ia mengakui awalnya sempat risau dengan kondisi tersebut. Namun setelah mempelajari dan meriset dengan seksama, pihaknya tetap optimistis hal tersebut tidak banyak berpengaruh terhadap target peningkatan kesejahteraan petani kayu manis di Kerinci sampai ke lapisan paling bawah.
Toh tak bisa dipungkiri pengembangan yang akan dilakukan perusahaannya menjadi dilematis, meski itu tak berarti pesimistis.
Pasalnya, bila perusahaan menaikkan harga produk kayu manis rakyat sesuai dengan standar harga ekspor maka yang paling diuntungkan adalah kalangan para induk semang tersebut. Itu karena mereka para pemilik dan penguasa lahan.
Ironisnya, sekitar 50 ribu hektare lahan yang umumnya berada di bukit-bukit subur tersebut dimiliki oleh sebagian kecil kalangan berduit. Situasi itu pun memunculkan istilah masyarakat Kerinci "induk pemilik bukit' sebab setiap bukit punya pemilik tersendiri.
Dilematisnya lagi, para toke pemilik lahan tersebut umumnya diduga kalangan pejabat, birokrat, politisi, aparat dan kaum berduit dari kalangan PNS, atau di antara pemilik lahan itu para anggota keluarga petani berdasi bersangkutan.
"Jadi sangat wajar ketika investor mepresentasikan konsep dan proposalnya ke Pemkab Kerinci dan Kota Sungaipenuh beberapa waktu lalu langsung mendapat respon positif dari masing-masing kepala daerah, tanpa banyak kritik," kata Firman. Sementara para petani yang sesungguhnya bekerja di lahan-lahan tersebut selama ini hanya petani buruh atau upahan dengan sistem kerja borongan atau harian.
"Tapi kita sudah mempelajari secara seksama kondisi tersebut, karenanya kita pun sudah meracik ramuan dan formula yang tepat agar keberadaan Co. Casia di Kerinci nantinya bisa memberikan manfaat dan keuntungan merata kepada semua pihak, khususnya bagi kalangan petani kecil yang memang menjadi target perusahaan kita," ujarnya.
Ia bahkan optimistis perusahaan Co. Casia yang sudah cukup berpengalaman di bidangnya itu akan mampu menyiasati dilema tersebut. Bahkan pihak perusahaan sangat yakin akan dapat membantu meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan para petani Kerinci.
"Kita yakin dengan konsep industri etis dan mengedepankan sistem manejemen pengembangan terpadu, secara perlahan namun pasti perusahaan bisa mengembalikan lahan dari para toke ke para petani secara sendirinya. Berbagai program telah dirancang untuk itu," tambah Firman.