EKBIS.CO, PONTIANAK - Peraturan Menteri Perdagangan No. 35/M-DAG/PER/11/2011 tentang larangan ekspor rotan dikeluhkan para petani rotan. Ribuan petani, pengumpul, dan eksportir rotan di Pulau Kalimantan meminta pemerintah agar tetap membebaskan dan membuka "keran" ekspor komoditas rotan, pasca diberlakukannya peraturan tersebut.
"Pemerintah hendaknya berpikir jangan mengutamakan kepentingan kelompok dengan "membunuh" petani pasca dikeluarkannya larangan ekspor rotan karena pelaku usaha lokal tidak mampu menampung hasil rotan budidaya dan alam yang jumlahnya 300 jenis rotan di Indonesia," kata Koordinator Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) Wilayah Kalimantan Rudyzar, di Pontianak, Jumat.
Ia menjelaskan, dikeluarkannya aturan larangan ekspor rotan tersebut telah menimbulkan kerugian bagi petani yang selama ini menggantungkan hidupnya pada komoditas tersebut.
"Tidak sedikit petani yang kecewa lalu membakar rotannya yang siap dijual atau ekspor. Saya saja rugi akibat aturan larangan itu karena puluhan ton rotan siap ekspor tidak bisa dijual," ungkap Rudyzar.
Menurut Rudyzar, ada beberapa alasan kenapa ekspor rotan tetap terus dibuka, diantaranya pemakaian rotan oleh industri di Pulau Jawa atau dalam negeri hanya berkisar 15-20 persen atau hanya tujuh hingga delapan jenis rotan saja yang dipergunakan oleh industri lokal dari 300 jenis rotan yang ada di Indonesia.
"Alangkah bijaknya kalau pemerintah tetap membuka keran ekspor rotan sehingga rotan yang tidak bisa dimanfaatkan oleh industri dalam negeri bisa di ekspor karena memang banyak permintaan dari luar negeri," ujarnya.
Akibatnya, jutaan masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari rotan kini terganggu kehidupannya, seperti di Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara Barat, katanya.