EKBIS.CO, JAKARTA - Kepala BP Migas R Priyono mengatakan akan mencabut cost recovery PT Chevron Pasific Indonesia jika perusahaan tersebut terbukti bersalah. "Sanksinya jika terbukti bersalah, cost recovery-nya kita cabut," kata Priyono kepada Republika di kantor BP Migas Jakarta, Kamis (29/3).
Cost recovery yang dimaksud adalah untuk proyek bioremediasi yang dilakukan Chevron bersama tujuh perusahaan swasta. Dua di antaranya adalah PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya.
Priyono mengonfirmasikan ada perbedaan angka perhitungan antara Kejaksaan Agung dengan BP Migas. Kejagung menyatakan Chevron merugikan negara sebesar Rp 200 miliar atau 20 juta dolar AS dari proyek bioremediasi Chevron.
Total anggaran proyeknya, kata Priyono, memang 23 juta dolar AS selama 10 tahun. Namun, yang baru dikucurkan BP Migas adalah 14 juta dolar AS atau sekitar Rp 140 miliar. Jadi, bagaimana mungkin ada korupsi hingga Rp 200 miliar.
Satu sisi, kata Priyono, Jaksa Agung memunyai otoritas mengusut. Di sisi lain, BP Migas menilai selama ini melihat tak ada masalah dengan proyek bioremediasi tersebut.
BP Migas bahkan menilai proyek yang berlangsung di Minas, Riau itu sudah berhasil baik dalam mengembalikan kondisi lingkungan di sana. Bioremediasi merupakan proyek penormalan tanah yang terkena limbah akibat aktivitas penambangan minyak. Buktinya, proyek tersebut menjadi proyek percontohan.
Hal ini terbukti dari penilaian proper biru yang diterima berkali-kali oleh Chevron. Artinya, proyek tersebut riil dan bukan fiktif. Priyono mengatakan tak banyak perusahaan pertambangan yang memperoleh penilaian setinggi itu di bidang pengelolaan lingkungan.
"Selama ini juga tak pernah ada temuan aneh dari auditor dalam proyek tersebut," kata Priyono. Namun, BP Migas akan tetap mengikuti seluruh proses hukum yang berjalan di Kejagung. Keterlibatan BP Migas dalam kapasitas sebagai pengawas kegiatan operasi semua kontraktor kontrak kerjasama (KKKS).
Oleh karenanya BP Migas dipanggil oleh Kejagung untuk dimintai keterangan. Chevron sebagai salah satu KKKS asing terkait dengan undang -undang anti korupsi Amerika Serikat (FCPA) yang membuat mereka sangat berhati-hati dalam bertindak.
Dihubungi terpisah, Communication Manager Chevron Dony Indrawan menegaskan Chevron selama ini beroperasi menurut perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. "Kami akan memberikan semua data dan dokumen yang diperlukan Kejagung dalam penyelidikan," katanya.