Senin 22 Oct 2012 19:34 WIB

Sukuk Malaysia Jadi Primadona di Eropa, Apa Sebab?

Rep: Friska Yolandha/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sukuk Ritel (ilustrasi)
Foto: Antara
Sukuk Ritel (ilustrasi)

EKBIS.CO, KUALA LUMPUR--Keringanan pajak pada sukuk Malaysia memikat perusahaan-perusahaan Jerman, Perancis, dan Turki untuk memanfaatkan obligasi Islam terbesar. Dua arranger top untuk sukuk Malaysia, CIMB Grooup Holding dan Aminvestment Bank, melihat adanya kenaikan bunga setelah pemerintah memperpanjang pembebasan pajak bagi emiten asing hingga 2014.

Produsen listrik Irlandia menjadi satu-satunya lembaga Eropa yang sejauh ini mengungkapkan menjual sekuritas dalam mata uang ringgit. Penjualan sukuk global naik 84 persen pada 2012, dari 39,1 miliar dolar.

Kenaikan ini membuat posisi penjualan sukuk menempati posisi tertinggi sepanjang masa. Sementara itu pinjaman sindikasi di Eropa, Timur Tengah dan Afrika mengalami penurunan 40 persen menjadi 545,5 miliar dolar.

Aset perbankan syariah di Malaysia meningkat 20,6 persen pada Juli 2012. Peningkatan ini mencapai posisi tertinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

"Kami mendapatkan permintaan dari negara-negara ini karena krisis Eropa membuat mereka kesulitan mencari sumber pembiayaan," ujar Kepala Alinvestment Bank yang berbasis di Kuala Lumpur, M Effendi Abdullah, seperti dilansir laman Gulf Times, Senin (22/10).

Banyak emitan mulai melihat Malaysia sebagai sumber dana yang baik dalam penyerapan dana syariah. Kecenderungan investor asing menjual sukuk ringgit lebih memperlihatkan kesadaran yang lebih besar terhadap situasi positif di Malaysia. Krisis Eropa juga menjadi salah satu dana alternatif bagi mereka.

Gubernur Bank sentral Malaysia, Zeti Akhtar Aziz, meyakini emiten asing tertarik untuk menjual sukuk di Malaysia karena negara tersebut karena Malaysia merupakan negara tujuan dengan biaya efektif bagi investor. Selain itu Malaysia merupakan negara Asia Tenggara yang mempelopori pengembangan pasar obligasi syariah global dengan penjualan pertama sebesar 600 juta dolar pada 2002.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement