EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia tidak dapat mewajibkan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) berbadan hukum Indonesia karena adanya Undang-undang (UU) Perbankan. Dalam UU No 10 tahun 1998 tersebut, keberadaan KCBA diizinkan di Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution mengakui pihaknya memahami aturan perbankan di negara lain lebih ketat sehingga mempersulit bank nasional untuk mendirikan cabang di luar negeri. Akan tetapi, BI tidak dapat berbuat yang sama untuk KCBA. "Masalahnya, paradigma peraturan kita dari dulu tidak begitu," ujarnya di Gedung DPR RI, Selasa (27/11).
Lantaran UU Perbankan mengizinkan KCBA, bank sentral tidak dapat membuat kebijakan yang bertentangan. Akan tetapi, Darmin mengaku pihaknya sudah menyiapkan aturan untuk operasional KCBA. "Kami sudah siapkan tapi tidak radikal sekali," ujarnya mengakui.
Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah mengatakan kewajiban KCBA untuk berbadan hukum Indonesia hanya bisa dilakukan melalui amandemen UU Perbankan. Namun, pembahasan amandemen tersebut berada dalam kewenangan pemerintah bersama DPR.
"Kami harus menghormati undang-undang itu, kecuali nanti UU perbankan yang dibahas pemerintah bersama DPR mewajibkan semua KCBA bentuknya PT Indonesia," ungkapnya.
Meski demikian, aturan BI yang baru tetap akan mengatur KCBA. Dalam aturan itu, bank sentral akan mengarahkan KCBA untuk memperkuat permodalan. "Itu akan menuju pada komitmen mereka yang lebih besar di Indonesia," ungkapnya.
Aturan BI yang akan mengatur modal bank asing yakni penyempurnaan kewajiban pemeliharaan capital equivalence maintained assets (CEMA) bagi bank asing yang belum berbadan hukum Indonesia atau berstatus KCBA. Dalam aturan itu, bank sentral mewajibkan KCBA memiliki CEMA dalam bentuk surat berharga yang nilainya sebesar 8 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Modal tersebut harus tetap berada di Indonesia atau tidak dapat ditarik ke luar negeri.
Di sisi lain, UU Perbankan masih dalam proses amandemen. Regulasi tersebut akan diamandemen setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi pengawas perbankan.
Sebelumnya, Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan, status badan hukum Indonesia itu perlu diterapkan untuk mengakomodasi asas resiprokal. Negara-negara di satu kawasan, ujarnya, telah mewajibkan bank asing untuk berbadan hukum setempat. "Seharusnya, aturan itu mengarah ke kewajiban badan hukum," ujarnya.