EKBIS.CO, JAKARTA -- Persetujuan kontrak kerja sama pengembangan gas di Blok East Natuna Kepulauan Riau bakal molor lagi. Pasalnya persetujuan kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) tak akan ditandatangani pemerintah tahun ini.
Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini menegaskan belum akan ada keputusan apapun. "Tak bisa sekarang, waktunya terlalu mepet," katanya pada wartawan, Selasa (11/12).
Meski semua persoalan administrasi di Kementerian ESDM sudah diselesaikan, insentif di Kementerian Keuangan belum final. Karena persoalan ini terkait dengan penurunan pendapatan negara.
Insentif yang minim bisa membuat gas disalurkan melalui pipa dan bukan diolah menjadi gas alam cair (liquified natural gas/LNG). Biaya untuk pipa tergolong lebih murah dari LNG.
Meski murah, penyaluran gas dengan pipa sulit dimobilisasi. "Kalau dengan LNG bisa dibawa ke kapal dan disalurkan baik ke dalam maupun luar negeri," katanya.
Sebelumnya, pemerintah secara resmi menunjuk Pertamina sebagai pengelola Blok Natuna D Alpha atau kini bernama East Natuna melalui Surat Menteri ESDM No 3588/11/MEM/2008 tertanggal 2 Juni 2008 tentang Status Gas Natuna D Alpha. Blok tersebut memiliki cadangan hingga 222 triliun kaki kubik (TCF).
Awalnya, Pertamina akan menggarap blok itu bersama tiga mitranyaa. Yaitu Esso NatunaLimited (anak usaha ExxonMobil), Total E&P Activities Petrolieres (unit usaha Total SA) dan perusahaan asal Malaysia, Petronas Carigali. Namun seiring mundurnya Petronas, Pertamina akhirnya menggaet mitra baru asal Thailand, PTT Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP).
Prinsip perjanjian (principle of agreement/POA) konsorsium ditandatangani 2011 lalu. POA ini sendiri seharusnya berakhir 10 Desember 2012 ini. PSC kontrak East Natuna ini sudah untuk kesekian kalinya tertunda.