EKBIS.CO, Jakarta -- Selain buah dan sayuran impor, tiga produk bunga juga tidak berhasil mendapatkan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian (Kementan). Ketiga komoditas itu adalah bunga krisan, anggrek dan holiconia.
Meski menyatakan dukungan, petani bunga menilai kebijakan ini terburu-buru. Petani seharusnya disiapkan terlebih dahulu sehingga bisa menanam dengan bibit terbaik yang bisa menyaingi produksi impor. "Tidak bisa sekaligus langsung stop impor, lalu disubsitusi dengan produk lokal," ujar pemilik Soerjanto Orchid, Novianto, Rabu (30/1).
Untuk komoditas anggrek saja, selama ini petani masih kekurangan jumlah bibit nasional untuk melakukan proses produksi. Padahal pasar anggrek di Indonesia bagus. Petani lalu menambal kekurangan dengan menggunakan bibit impor. Hampir 70 persen penanaman dilakukan dengan menggunakan bibit impor. Taiwan dan Thailand disebut sebagai dua negara yang selama ini mengimpor bibit anggrek. Sosialisasi mengenai kebijakan ini pun perlu dilakukan lebih gencar.
Di kawasan Jabodetabek dan Jawa Timur, produsen benih anggrek makin giat menggenjot hasil produksi. Persaingan produsen bibit anggrek domestik dengan bibit impor makin ketat dari segi kualitas dan harga. "Peraturan baru ini akan berdampak bagus bagi produsen bibit dalam negri," tambah Novianto.
Petani bunga di Malang, Luki Budiarti pun menyatakan pendapat senada. Penyetopan impor yang tiba-tiba ini mendulang keluhan dari pelanggan di luar negri, salah satunya produsen di Jepang. Pengurusan RIPH yang berbelit pun menjadi keluhan lain. "Sebulan ini sulit sekali mengurus pengiriman barang. Pengiriman jadi sering terlambat," ujar pemilik CV Arjuna Flora ini.
Selama ini pihaknya memang mengimpor bibit bunga diantaranya dari Thailand dan Taiwan. Kualitas bibit impor bisa menghasilkan produk hortikultura yang berkualitas tinggi. Nantinya, produk ini bisa dikirimkan kembali sebagai komoditas ekspor.
Pembinaan pada kelompok tani pun masih perlu ditingkatkan. Masih banyak petani yang hanya mengejar keuntungan semata tanpa berkaca pada kualitas. Komitmen petani terhadap pelanggan perlu diuji. Perlu ada pembinaan yang serius agar perdagangan bunga tertata baik. Jika kualitas sudah baik, petani domestik harus percaya diri untuk melakukan pameran di luar negri.
Kendati memiliki pasar yang besar, tanaman hias bukanlah kebutuhan utama. Pelanggan lebih suka mengandalkan tanaman yang awet dan berharga murah. Impor bunga masih diperlukan agar varietas bunga di Indonesia makin beragam. Terlebih kini kebutuhan bunga impor harus disokong oleh petani bunga domestik. "Impor masih dibutuhkan untuk menghasilkan varietas yang lebih baik," tambah Luki yang juga pembina dan memberdayakan lebih dari 500 petani.
Kepala Badan Karantina Kementrian Pertanian, Banun Harpini membenarkan mengenai proses administrasi yang makin panjang. Komoditas hortikultura merupakan urusan lintas sektoral sehingga perlu penanganan lebih lengkap. "Kalau biasanya 60 dokumen per hari jadi 100 dokumen. Ada penumpukan karena konsekuensi logis dari surveyor negara pemasukan," ujar Banun yang ditemui di Kementan, Rabu (30/1).