Sabtu 16 Mar 2013 22:48 WIB

Dulu, Indonesia Pernah Berjaya Menanam Bawang, Sekarang?

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Heri Ruslan
Pedagang mengambil bawang putih impor dari Cina untuk ditimbang di Pasar Senen, Jakarta, Rabu (13/3).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Pedagang mengambil bawang putih impor dari Cina untuk ditimbang di Pasar Senen, Jakarta, Rabu (13/3).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Indonesia pernah berjaya dalam menanam bawang putih. Sekretaris Dirjen Pengembangan dan Pemasaran Hasil Pertanian ( PPHP) Yazid Taufik mengatakan pada era 1996-1998, luas areal bawang pernah mencapai 25 ribu hektare (ha) dengan produktivitas 7 ton per ha.

Artinya, produksi saat itu produksi mencapai sekitar 175 ribu ton. Produksi saat itu, bahkan bisa mencukupi kebutuhan bawang putih saat ini hingga 50 persen.

Namun, ia mengakui saat ini lahan bawang putih hanya tersisa 2.000 ha dengan produksi hanya 13 ribu ton. Alhasil, Indonesia kini justru mengimpor 95 persen bawang dari total kebutuhan.

"Jika diasumsikan penduduk Indonesia mencapai 245 juta jiwa dengan konsumsi 1,36 kapita/tahun, maka sekarang kebutuhan 330 ribu ton per tahun. Ini bahkan sudah bisa dipenuhi produksi pada saat itu (tahun 1996-1998)," ujar Yazid, Sabtu (16/3).

Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadli Zon mengatakan peningkatan produksi bawang putih tidak dianggap sebagai hal yang mustahil. Menurutnya, pengembangan riset pertanian memungkinkan Indonesia bisa memproduksi bawang putih meskipun iklim di Indonesia cenderung tidak cocok.

Tanah di Indonesia, umumnya memang lebih cocok ditanami bawang merah. Namun, menurut dia jika pemerintah serius mengembangkan penelitian mengenai penanaman bawang putih, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan impor.

"Kalau bawang putih, litbang riset dan development sangat mungkin kita tanam walaupun secara iklim ada sedikit masalah," ujar Fadli.

Ia cukup menyayangkan pasalnya produksi bawang putih di Indonesia cenderung mengalami penurunan. Saat ini, Indonesia bahkan hanya bisa memproduksi bawang putih kurang dari 10 persen kebutuhan masyarakat.

"Dulu kita pernah berjaya, kenapa bisa turun, semestinya ada kemajuan karena perkembangan teknologi," kata dia.

sumber : a
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement