EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengusaha menyoroti permintaan bahan baku rotan yang cenderung stagnan. Daerah penghasil bahan baku rotan seperti Kalimantan dan Sulawesi bahkan hampir terpuruk. "Tidak ada peningkatan penjualan bahan baku rotan sejak lama. Rotan tidak laku," ujar Sekjen Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI), Lisman Sumardjani, Selasa (16/4).
Kondisi ini dikhawatirkan akan berlangsung lama. Ia juga menyoroti ketidak jelasan pemerintah dalam mendefinisikan furniture kayu yang dikatakan sebagai produk rotan. Apalagi menurutnya pemerintah telah mengklaim terjadi kenaikan ekspor produk rotan. Apabila benar bahwa ekspor produk rotan mengalami kenaikan, seharusnya seiring dengan peningkatan permintaan bahan baku dari daerah-daerah budidaya rotan. Dengan demikian, roda perekonomian di daerah produsen juga bergerak maju.
Data APRI menunjukkan hanya tersisa dua industri pengolahan bahan baku rotan di Sumatra. Sebelumnya jumlah industri bahan baku rotan mencapai 20 industri. Sementara itu di Kalimantan hanya tersisa 15 industri dari jumlah sebelumnya sebanyak 60 industri.
Kementerian Perindustrian mengaku kesulitan dalam mendistribusikan bahan baku rotan dari Sulawesi. Kendala ini membuat industri sebagian besar mengandalkan ketersediaan bahan baku rotan dari Jawa. "Kendalanya persoalan distribusi, agak tersendat," ujar Direktur Jendral Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Dedi Mulyadi, Selasa (16/4).
Pemerintah pun menurutnya tengah berupaya mencari daerah-daerah baru guna memasok bahan baku rotan. Tahun depan, pemerintah berencana membuat produk berupa papan yang terbuat dari bahan baku rotan asal Kalimantan. Dedi mengatakan ada peningkatan permintaan global untuk komoditas rotan Kalimantan.
Kemenperin dikatakan kembali membidik pasar Eropa dan Amerika untuk target ekspor produk rotan. Selama ini pasar tersebut masih dikuasai oleh produk buatan Cina. Indonesia pun aktif mengekspor untuk negara lain seperti Amerika Serikat, Finlandia, Israel dan Jerman. Produk rotan andalan ekspor yaitu furniture dan beragam kerajinan rotan.
Pemerintah kini menargetkan kenaikan ekspor produk rotan sebesar 40 persen. Tahun lalu, ekspor produk rotan mencapai nilai 200 juta dolar AS. Guna memenuhi permintaan pasar, pemerintah menggandeng mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung. Produk hasil karya mahasiswa dinilai cukup inovatif dan memenuhi selera pasar global. Target ini dinilai tidak terlalu muluk, mengingat pemerintah telah melarang ekspor bahan baku rotan rotan dan rotan setengah jadi sejak tahun 2011.