EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah dinilai telah menyadari rumitnya penerapan dua harga BBM bersubsidi. Karenanya, regulator pun diminta berpaling untuk menerapkan kenaikan satu harga.
Ekonom UI Kadek Dian Sutrisna Artha mengatakan, penerapan dua harga BBM bersubsidi memiliki tingkat kesulitan dari sisi kontrol.
"Saya sepakat penerapan satu harga. Itu lebih baik karena potensi kerusuhan sosialnya lebih minim dibandingkan penerapan dua harga," tutur Artha kepada Republika, Senin (29/4).
Artha menilai, penerapan dua harga BBM di Jakarta saja memiliki potensi kebocoran. Apalagi di daerah-daerah. Terkait lamanya presiden mengambil keputusan, Artha mengatakan hal tersebut tak lepas dari perhitungan politik yang dilakukan. Wacana penerapan dua harga BBM bersubsidi pun disebutnya sebagai cara untuk mengetahui respon masyarakat, khususnya pengusaha.
"Tapi intinya, harga BBM harus naik dalam dua bulan ini mengingat inflasinya tidak tinggi. Kalau ditunda-tunda, akan semakin rumit karena hari libur serta puasa akan segera hadir," imbuh Artha.
Artha menyebutkan dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi relatif lebih tinggi dalam penerapan kenaikan satu harga. Hal ini berbeda dengan penerapan dua harga BBM mengingat masyarakat mayoritas pengguna motor dan kendaraan pelat kuning tidak terkena pengurangan subsidi.
"Penting bagi Bank Indonesia memberikan jaminan untuk menjaga tingkat inflasi. Kalau itu mampu dilakukan, kenaikan harga BBM tidak akan bermasalah," ujar Artha.