EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta pemerintah memperbaiki mekanisme pendanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang selama ini dilakukan tanpa mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan sejak BP Migas dibentuk 2002 dan dibubarkan 2012, pemerintah membiayai BP Migas dari penggunaan langsung penerimaan migas tanpa melalui mekanisme APBN. Jumlah penerimaan negara dari sektor hulu migas yang digunakan untuk 2012 sebesar 34,93 miliar dolar AS.
Hadi menyebut penggunaan langsung pendapatan negara untuk membiayai kegiatan atau lembaga pemerintah tanpa melalui mekanisme APBN, bertentangan dengan UU Keuangan Negara Pasal 3 ayat (5). Demikian diungkapkan Hadi saat menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP 2012 kepada DPR dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (11/6).
Ditemui terpisah, Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini mengatakan tidak ada masalah dengan temuan BPK. Sebab, mekanisme pendanaan yang ada merupakan warisan dari masa lampau tatkala PT Pertamina (Persero) mendapatkan retensi setara dua persen dari penerimaan migas untuk biaya pengelolaan.
Sejak BP Migas lahir di tahun 2001, Rudi menyebut besaran retensi diturunkan menjadi satu persen saja. "Tapi selama BP Migas bekerja, tak pernah satu persen itu terpakai. Seringnya 0,6 sampai 0,8 persen," kata Rudi saat ditemui jelang mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (11/6).
Untuk tahun depan, Rudi mengatakan SKK Migas telah mengajukan dana kepada Kementerian Keuangan agar penganggarannya seperti kementerian/lembaga lainnya. Sementara untuk tahun ini tidak dapat dilakukan sebab penganggarannya telah berjalan. "Tidak mungkin ada perubahan," kata Rudi.
Menurut Rudi, pendanaan SKK Migas baik dari on case (di dalam APBN) maupun off case (di luar APBN) tidak ada masalah. "Selama semuanya dapat dipertanggungjawabkan. Selama tidak menggunakan APBN an sikh seperti PNS karena SKK Migas tidak mungkin gajinya PNS," ujarnya.