EKBIS.CO, JAKARTA -- Harga rendah masih membayangi komoditas karet. Dari sebelumnya mencapai 5 dolar AS, kini harga karet terpuruk mencapai kisaran 2,4 dolar AS.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), Daud Husni Bastari mengatakan penurunan ini sedikit banyak akibat perang kurs dolar AS dan yen terhadap rupiah. Penyebab lain, yaitu permintaan menurun karena semua negara menyesuikan sikap dengan krisis ekonomi dunia. "Jadi permasalahannya banyak di luar konteks produksi," ujarnya ditemui di Gedung DPR-RI, Kamis (13/6).
Harga karet diperkirakan kembali stabil ketika ekonomi dunia ikut membaik. Namun Daud mengakui sulit mengembalikan harga karet seperti semula, yaitu dalam kisaran 5 dolar AS. Menurutnya, dibutuhkan waktu yang lama jika ingin mengembalikan harga karet seperti sebelum krisis. "Jadi kalau kita lihat apabila kurs kita sudah tenang kembali, lalu yen dan dolar AS kembali dalam posisi yang seharusnya, harga karet akan kembali dalam keseimbangan," ujarnya.
Di sisi lainnya, industri otomatif yang tumbuh memberikan harapan baru bagi pengusaha karet. Di setiap negara, kata dia, pemakaian ban sangat berkolerasi positif dengan GDP.
Gapkindo hingga saat ini masih berkomitmen untuk terus membeli karet rakyat untuk diolah dan diproses sebgai komoditas dagang. Namun diakui volume pembelian tidak besar, dibandingkan sebelumnya menurun. Karet Indonesia selama ini dikenal ramah lingkungan karena diproses tanpa menggunakan pertisida, herbisida dan pupuk perangsang untuk mendongkrak hasil produksi.
Saat ini Gapkindo khawatir dengan cepatnya penanaman karet di India, Thailand, Vietnam dan Kamboja. Dengan kondisi demikian, artinya terdapat daerah baru penghasil karet. Saat ini Indonesia bersama Thailand dan Malaysia tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) dalam mengembangkan pasar karet regional. "Kami berharap pemerintah RI mendorong peningkatan ITRC hingga ke tingkat ASEAN, sehingga Vietnam dan lainnya itu ikut bertanggung jawab terhadap suplai, jangan jadi free rider," ujar Daud.
Tahun ini diperkirakan produksi karet menurun sekitar 200 ribu ton akibat datangnya musim kemarau basah. Tahun lalu produksi mencapai 2,5 juta ton. Mendekati kuartal pertama, produksi karet alam mencapai 1,1 juta hingga 1,5 juta ton. "Konsumsi dalam negri mencapai 500 ribu ton," ujarnya.
Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Benny Wachjudi mengatakan potensi perkembangan industri karet masih sangat besar. Saat ini produksi karet cukup besar, mencapai 1 ton per hektare (ha). Karakter karet Indonesia yang ramah lingkungan bisa dikembangkan untuk menggaet pasar.
Sementara itu, pemerintah juga perlu membantu menggembangkan merk lokal. "Merk lokal harus dibantu dengan insentif pajak," tambah Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin, Panggah Susanto saat rapat panitia kerja di Komisi VI DPR RI, Kamis (13/6).