Ahad 01 Oct 2023 22:00 WIB

Pengamat: Skema Harga BBM Nonsubsidi Ikut Mekanisme Pasar

BBM terdiri atas biaya perolehan, biaya penyimpanan dan distribusi, serta proyeksi.

Red: Lida Puspaningtyas
Sejumlah pengendara sepeda motor antre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Pertamina Riau, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/9/2023). PT Pertamina (Persero) mengusulkan untuk menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite mulai tahun depan dan diganti menjadi pertamax green 92 yang lebih ramah lingkungan. Penghapusan pertalite tersebut sejalan dengan aturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dimana produk BBM yang bisa dijual di Indonesia minimal RON 91.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Sejumlah pengendara sepeda motor antre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Pertamina Riau, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/9/2023). PT Pertamina (Persero) mengusulkan untuk menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite mulai tahun depan dan diganti menjadi pertamax green 92 yang lebih ramah lingkungan. Penghapusan pertalite tersebut sejalan dengan aturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dimana produk BBM yang bisa dijual di Indonesia minimal RON 91.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak mengatakan pergerakan harga minyak mentah dunia hingga di atas 90 dolar AS per barel saat ini dipastikan memengaruhi harga jual BBM nonsubsidi, karena pembentukan harganya harus menyesuaikan dengan mekanisme pasar dan sisi keekonomian.

"Salah satunya harus menyesuaikan dengan komponen harga dasar BBM, termasuk fluktuasi harga minyak dunia. Itu hal yang wajar agar tak menimbulkan kerugian bagi perusahaan penyedia BBM, khususnya PT Pertamina (Persero)," kata Ali dalam keterangannya di Jakarta, Ahad (1/10/2023).

Ali menjelaskan secara umum, komponen harga dasar BBM terdiri atas biaya perolehan, biaya penyimpanan dan distribusi, serta proyeksi margin. Biaya perolehan merupakan biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan BBM.

"Sedangkan, biaya penyimpanan dan distribusi merupakan biaya yang dibutuhkan untuk mendistribusikan BBM ke konsumen di seluruh wilayah Indonesia," ujarnya.

Terkait biaya perolehan BBM, lanjut Ali, acuan yang digunakan adalah harga indeks pasar BBM yang dipengaruhi oleh harga ICP (Indonesia Crude Price).

Saat ini, rerata tahun 2023 ICP bisa mencapai 90 dolar AS per barel, sehingga rata-rata harga indeks pasar BBM berada di atas level 100 dolar AS per barel.

Ali menuturkan secara alamiah dan mengikuti hukum ekonomi, terkait dengan BBM nonpenugasan, seharusnya badan usaha bisa menerapkan harga fluktuatif sesuai mekanisme pasar dan pergerakan harga minyak dunia.

Namun, tingginya tingkat kerumitan dan potensi adanya gejolak membuat badan usaha lebih memilik metode smooth dalam pengaturan harga.

"Sebenarnya, itu tidak ada masalah asalkan proyeksi harga berdasarkan model berbasis forecasting bisa dilakukan dengan baik, data valid dan proyeksi yang akurat," ungkap Ali.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menjelaskan komponen utama dalam penentuan harga BBM badan usaha adalah BBM itu sendiri. Kemudian, ada biaya transportasi atau distribusi serta margin perusahaan.

"Mengingat BBM kita sebagian besar impor, secara otomatis harga BBM nonsubsidi domestik mengikuti harga pasar BBM dunia. Secara langsung, harga BBM domestik mengikuti harga rata-rata BBM Platts Singapura," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement