EKBIS.CO, SURABAYA -- Saat 70 persen petani menggunakan pupuk anorganik, CV Laksmi Prima, justru berinovasi dari nol dengan kompos dan pestisida alami. Ini membuktikan, pengembangan pupuk cair organik dari bahan sampah yang dilakukan Yasmanu (54) jauh lebih berkualitas.
“Pupuk cair ini mampu memperbaiki unsur hara tanah. Sehingga meski hanya menanam satu bibit, hasilnya bisa berkembang lebih banyak daripada menanam dua sampai empat bibit,” ujar Yasmanu, pemilik usaha kecil mikro menengah (UMKM) asal Pasuruan, menceritakan penggunaan pupuk alami itu.
Kisah Yasmanu tak berlebihan. Sejumlah bahan yang digunakan untuk pupuk tersebut menggunakan sampah tumbuhan seperti buah bintaro, bongkol pisang dan air kelapa. Sedangkan sisanya merupakan rempah-rempah seperti pahitan, temulawak, kunir, gula merah, ditambah susu asam, air kedelai dan madu.
Produk olahan yang diberi merek dagang 'Primanu' ini, mendapatkan apresiasi dari peneliti institute Pertanian Bogor (IPB) pada 2010 lalu. Perguruan tinggi tersebut kemudian membantu produksi massal dan pemasaran pupuk cair tersebut.
Sekarang, dalam satu bulan rata-rata pihaknya memproduksi hingga 5.000 liter pupuk cair, atau sebanyak 5.000 botol. Daerah pemasarannya pun bukan hanya menjangkau lahan sentral pertanian Provinsi Jawa Timur, namun hingga pelosok di Sumatera. “Ide inovasi ini saya dapatkan ketika mengikuti pelatihan pupuk organik di program pelatihan kerja (PPK) Sampoerna 2007 lalu. Ditambah bekal pengalaman sebelumnya sebagai petani,” ujarnya.
Pupuk ‘Primanu’ semakin berkembang. Kini, malah menghasilkan omset ke Yasmanu sekitar Rp 200 juta per bulan. Sedikitnya, ada 30 warga sekitar lingkungannya diberdayakan dengan upah Rp 75 ribu per orang per hari.
Bukan hanya Yasmanu yang merangkak dari nol. Kaiman (51) sudah enam bulan ini menjadi tamu kehormatan di Timor Leste. Dia diundang oleh menteri pertanian negara tersebut untuk melatih dan menularkan ilmunya kepada warga setempat. “Padahal 10 tahun yang lalu, saya hanya seorang sopir angkutan umum, bahkan pernah juga jadi pencopet,” ujarnya, tergelak.
Tapi sekarang, pengusaha jamur tiram dari CV Jatiman Food itu, mampu mengekspor hasil produksinya hingga ke Korea Selatan dan Cina sebanyak 16 ton per bulan. Dan usaha yang digelutinya delapan tahun terakhir ini, menuai keuntungan bersih hingga Rp 100 juta per bulan.
Bila dibayangkan, kata dia, modal awal yang terkumpul tidak lebih dari Rp 500 ribu, itu pun upaya dari menggadaikan BPKB motor. Berkat program PPK Sampoerna selama tiga bulan, area usaha yang awalnya hanya di beranda teras rumah 240 meter persegi, kini meluas sampai tujuh hektare.
Desa Bulukandang tempat tinggalnya, merupakan kampung jamur Pasuruan, namun, seiring berjalannya waktu, banyak usaha yang rontok. Hanya saja, dia tetap bertekad untuk membudidayakan kearifan lokal lingkungan tersebut. “Sekarang, desa itu menjadi produsen jamur, dan saya dinyatakan sebagai ‘Duta Jamur Indonesia’,” ujarnya.
Kesuksesan usaha hasil didikan PPK Sampoerna bukan hanya dirasakan oleh mereka yang sudah berpengalaman. Seorang penggiat modifikasi motor asal Pasuruan, Willy Irawan (26), kini menjadi pengusaha muda yang bergerak di bidang miniatur kendaraan roda dua. Dengan menerapkan sistem ‘online marketing’, dia menjangkau seluruh komunitas pencinta Vespa dan Harley Davidson di Indonesia untuk ajang promosinya. Meskipun dengan sistem ‘order’ barang, namun dalam satu bulan, dia bisa memproduksi 70 unit, dari sejumlah pemesan. “Pasar kami berada di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan, Makasar dan Surabaya,” kata Willy.
Dia menambahkan, pihaknya memproduksi barang yang dipesan oleh sejumlah komunitas tertentu. Untuk harga Vespa antara Rp 100 ribu – Rp 200 ribu, sedangkan Harley Davidson hingga Rp 600 ribu.
Menanggapi semua kisah sukses ini, Presiden Direktur PT HM Sampoerna, Paul Janelle mengaku komitmen Sampoerna untuk membangun perekonomian masyarakat melalui PPK sejalan dengan perannya sebagai katalisator perekonomian. Bahkan hal tersebut dinilai sebagai dukungan gerakan kewirausahaan nasional.
"Mereka mampu membuka lapangan kerja, dan dari hasil usahanya itu rata-rata memperoleh omset di atas 50 juta per bulan,” kata Paul.
Direktur Corporate Affairs PT HM Sampoerna, Nikos Papathanasiou mengatakan, perusahaannya akan terus menjalin kemitraan dengan pelaku UMKM untuk mendorong tumbuhnya wirausaha baru. Tahun ini sedikitnya ada 100 pengusaha di bidang makanan-minuman, garmen, agribisnis, kerajinan tangan, mebel dan peternakan yang dinilai berhasil