EKBIS.CO, NUSA DUA -- Negara-negara Uni Eropa mengurangi konsumsi bahan bakar nabati (BBN) hanya enam persen dari total 10 persen penggunaan energi ramah lingkungan di Benua Biru itu. Ini berarti pasar minyak sawit (CPO) Indonesia yang umumnya dieskpor ke Eropa akan terdampak dan menjadi berkurang.
Sebagai salah satu solusinya, pemerintah akan meningkatkan pasar CPO Indonesia ke negara-negara Asia Pasifik melalui momen Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) di Nusa Dua, Bali. Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan mengatakan pemerintah terus melakukan lobi kerja sama ke negara-negara anggota APEC.
"Indonesia terus memperjuangkan kelapa sawit, karet, dan produk-produk ramah lingkungan lainnya untuk diterima baik oleh luar negeri. Di Asia Pasifik, perdagangan CPO kita dengan India dan Pakistan semakin baik," ujar Gita dijumpai di Nusa Dua, Bali, Jumat (4/10).
Gita mengatakan pemerintah mencari peluang ekspor CPO ke pasar-pasar baru di Asia Pasifik melalui perjanjian perdagangan terbatas atau Preferential Trade Agreement (PTA). Indonesia baru saja baru saja menyepakati PTA dengan Pakistan September 2013. Pemerintah akan menggenjot ekspor CPO ke negara tersebut hingga dua juta ton per tahun.
Outlook konsumsi dan produksi kelapa sawit Indonesia hingga 2030 mendatang, kata Gita, sangat bisa mencapai produksi 50 juta ton. Kondisi global ekonomi dan permintaan bahan bakar yang tinggi sangat masuk akal untuk menggenjot penggunaan biodiesel, termasuk konsumsi dalam negeri.
Setiap liter biofuel di indonesia tercermin dalam pemberdayaan lapangan kerja dalam jumlah besar sekali. Sejak 2012, inisiatif agar produk ramah lingkungan bisa dibungkus dalam bungkusan tarif minim menjadi konsep baru untuk menggenjot konsumsi BBN. Dalam level Senior Official Meeting (SOM) dan level kementerian, Indonesia sangat menyuarakan kepentingan agar kerangka ekonomi yang bisa menopang produk sustainable development dan rural development dapat diterima.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Mahendra Siregar mengatakan Indonesia akan memperkuat pasar dalam negeri untuk produk kelapa sawit, utamanya biofuel. Potensi konsumsi biofuel untuk pasar dalam negeri bisa mencapai 30 persen total produksi CPO nasional yang mencapai 30 juta ton per tahun. "Jika 10 persen saja dipakai untuk konsumsi dalam negeri, maka posisi tawar Indonesia untuk kelapa sawit dan produk turunannya akan semakin meningkat," ujar Mahendra.
Meski demikian, mantan wakil menteri keuangan ini mengingatkan para produsen sawit, khususnya korporasi untuk tidak terlalu bicara mengenai perluasan lahan atau ekstensifikasi. Produsen harus lebih banyak bicara mengenai peningkatan produktivitas petani kecil (small holders).
BKPM, ujar Mahendra, optimis jika penggunaan 10 persen biofuel untuk sektor otomotif di dalam negeri berhasil, maka kapasitas dan distribusi minyak sawit akan lebih baik. Seiring dengan itu, jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk biofuel akan meningkat. Setelah itu, porsi konsumsi biofuel bisa ditingkatkan hingga 20 persen.
Di sektor nonotomotif, PLN misalnya, akan memulai menggunakan 60 persen kandungan bahan bakarnya dengan sawit. Dalam waktu bersamaan setelah koordinasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kata Mahendra, maka konsumsi CPO oleh PLN bisa mencapai 90 persen.