EKBIS.CO, JAKARTA -- PT PLN (Persero) baru mendapatkan alokasi gas 5 mmscfd dari Lapangan Matindok dan Cendana Pura, Sulawesi Tengah, yang dimiliki oleh Pertamina dan Medco Tomori. Harusnya, pasokan gas yang diterima mencapai 25 mmscfd.
Kepala Divisi bahan bakar minyak (BBM) dan Gas, Suryadi Mardjoeki, mengungkapkan Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menjanjikan alokasi gas dari dua lapangan itu untuk mengisi bahan bakar pembangkit listrik di Luwuk, Sulawesi Tengah. ''Namun, yang terealisasi baru 5 mmscfd,'' katanya, Selasa (8/10) siang.
Pasokan listrik besar, kata dia, sangat diperlukan oleh PLN. Pasalnya, daerah itu akan dibangun smelter yang membutuhkan listrik besar. Walaupun baru 5 dari 25 mmscfd yang dijanjikan yang diberikan, sudah berarti penghematan besar untuk PLN. Dengan harga solar 27 dolar per mmbtu, sementara harga gas hanya 8 dolar per mmbtu, bisa menghemat 19 dolar per mmbtu. ''Kalau dikalikan 5 mmscfd mencapai 95 ribu dolar,'' jelas dia.
Suryadi menerangkan, Lapangan Matindok dioperasikan oleh Medco Tomori dan Pertamina. Sedangkan Cendana Pura oleh Pertamina. Dengan molornya pemberian pasokan gas itu, pihaknya harus menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Penggunaan solar itu pun lebih mahal dibandingkan menggunakan gas.
Dikatakannya, PLN telah mengajukan permintaan alokasi gas sejak 2009. Sebelumnya dijanjikan alokasi gas dari Donggi Senoro. Namun, belum diketahui kelanjutannya. Hingga kini, kata Suryadi, PLN telah menggunakan pasokan 100 persen non-BBM di lima pembangkit listrik. ''Kelima pembangkit itu adalah Muara Tawar, Muara Karang, Tanjung Priok, Gresik, dan Grati,'' sebut dia.
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan konsumsi bahan bakar di Indonesia telah mengalami peningkatan rata-rata 8 persen dalam lima tahun terakhir seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Pertamina memperkirakan tren tersebut akan terus berlanjut dalam lima tahun mendatang, rata-rata pertumbuhan permintaan minimal sekitar 5 persen per tahun.
Pada saat yang sama, permintaan domestik untuk produk petrokimian juga diperkirakan terus meningkat, yang di antaranya disebabkan oleh tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru di luar Jakarta, terutama melalui pertumbuhan sektor manufaktur.