EKBIS.CO, Berdasarkan undang-undang Nomor 15 tahun 2013, anggaran pendidikan mendapatkan persentase sebesar 20 persen dari total belanja negara. Alokasi anggaran ini mengalir untuk Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan dua belas Kementerian Negara/Lembaga lainnya serta anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah. Tapi menurut Masduki Baidlowi, Wakil Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU, 20 persen dana pendidikan ini tergolong kecil jika termasuk gaji guru dan pendidikan kedinasan.
"20 persen itu sebesarnya cukup asal tidak termasuk gaji guru dan pendidikan kedinasan," kata Masduki.
Ini karena tantangan terbesar pendidikan Indonesia menuntut biaya yang tak sedikit. Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi tantangan terbesar pendidikan Indonesia, diantaranya manajemen mutu dan terkait sarana prasarana pendidikan. Soal manajemen mutu Masduki menilai, saat ini masih ada diskualitas mutu antara pendidikan di kota besar dan pedesaan.
Jurang yang terjadi antara kota dan desa ini lantaran tidak seimbangnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mendukung pendidikan di Indonesia. Sehingga yang terjadi sekarang, Indonesia masih mengirimkan tenaga kerja tidak terampil ke luar negeri.
"Mestinya Indonesia ini dalam waktu 10-15 tahun sejarah reformasi sudah tidak lagi mengirim TKI yang unskill," ujarnya.
Karena itu, dua sendi pendidikan ini menurutnya yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Untuk peningkatan mutu pengajar, Masduki mengungkapkan, pemerintah perlu melakukan sistem evaluasi guru.
Misalnya, evaluasi pada guru-guru yang telah lulus sertifikasi. Apakah kualitas guru menjadi lebih baik atau justru menurun. Karena sampai saat ini, Indonesia tidak memiliki kebijakan mengenai evaluasi guru. Jangan sampai sistem sertifikasi ini juga menjadi permainan dari orang-orang yang hanya memikirkan keuntungan sendiri. "Sertifikasi ini juga terjadi pat gulipat sogok menyogok sana sini. Sehingga terjadi tidak qualified," kata Masduki.
Sedangkan untuk sarana dan prasarana gedung dan fasilitas sekolah menjadi hal yang utama. Termasuk yang penting katanya, fasilitas perpustakaan dan laboratorium. Terutama pada sekolah-sekolah yang memiliki program eksakta. "Kalau gap mutu itu sudah terselesaikan otomatis nggak ada lagi daerah terpencil. Karena guru sudah bagus, jadi sekolah di daerah sama dengan sekolah kota," tambah Masduki.
Dan untuk mencapai semua itu, butuh perencanaan yang matang. Agar nantinya, dana yang sudah diberikan tidak digunakan oleh oknum-oknum yang tidak berkepentingan. Karena sampai saat ini, masalah transparansi juga belum menyentuh di bidang pendidikan. Maka Masduki melanjutkan, sistem perencanaan yang ketat dengan sistem evaluasi yang jelas menjadi faktor utama. "Inikan larinya kesana, dari unsur manajemen harus ada sistem evaluasi," katanya.
Pendidikan merupakan salah satu manfaat pajak. Sebagai sumber pendapatan negara, sampai saat ini pajak menyokong hampir 70 persen dari APBN. Dari besarnya dukungan pajak ini, masyarakat bisa merasakan besarnya manfaat pajak. Namun sayangnya, menurut Masduki penerimaan pajak saat ini kurang maksimal. "Belum sepenuhnya masuk APBN karena masih dicuri oleh oknum-oknum yang masih belum mau membayar pajak," katanya.
Tahun ini dalam APBN-P 2013 yang telah disetujui DPR, total pendapatan negara mencapai Rp 1.488,3 triliun. Indonesia sebenarnya menurut Masduki bisa mencapai total pendapatan hingga Rp 2000 triliun, jika penerimaan pajaknya benar-benar maksimal. (adv)