EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Dwi Astuti memberikan penjelasan perihal upaya penyelesaian kasus pajak yang dihadapi oleh pengepul susu di Boyolali, yang ditagih pajak hingga mencapai Rp 671 juta.
Dwi menjelaskan, saat ini pihaknya sedang melakukan mediasi untuk menemukan solusi terbaik dalam kasus tersebut. "Proses mediasi sedang berlangsung, dan kami berupaya mencari solusi terbaik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," ujar Dwi kepada Republika, Senin (11/11/2024) sore.
Dwi pun menegaskan, DJP Kemenkeu sangat terbuka untuk melakukan dialog dan mencari jalan keluar yang adil bagi semua pihak, termasuk dalam hal ini dengan melakukan mediasi guna menghindari potensi dampak negatif terhadap usaha pengepul susu.
Ia juga menambahkan, meskipun pihaknya berusaha memberikan solusi yang seimbang, DJP tetap berpegang pada ketentuan pajak yang berlaku, serta mengingat pentingnya kewajiban perpajakan dalam mendukung pembangunan negara. Pihaknya juga mengimbau para pelaku usaha agar lebih memahami kewajiban perpajakan mereka untuk menghindari masalah serupa di masa depan.
Kasus ini bermula ketika Pramono, pemilik UD Pramono, mendapat tagihan pajak dari KPP Pratama senilai Rp 671 juta untuk tahun 2018. Sejak memulai usaha pada 2015, Pramono mengaku hanya membayar pajak sekitar Rp 10 juta per tahun. Pada 4 Oktober 2024, rekening banknya diblokir tanpa pemberitahuan sebelumnya, yang ia ketahui saat hendak mengambil uang.
Pramono sempat memutuskan untuk menutup usahanya pada 1 November 2024, namun pada 28 Oktober 2024, seratusan peternak dari enam kecamatan di Boyolali yang bergabung dalam usahanya menggeruduk KPP Pratama Boyolali untuk mencari kejelasan terkait pemblokiran rekening tersebut. UD Pramono sendiri menaungi sekitar 1.300 peternak yang setiap hari menghasilkan 20 ribu liter susu, yang disetorkan ke dua perusahaan besar, Indolakto dan Cimory.