EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan pertumbuhan penyaluran kredit perbankan akan melambat di 2014. Hal tersebut akan berdampak pada penyaluran ke sektor pembiayaan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Efrinal Sinaga menyebutkan pertumbuhan perusahaan pembiayaan cukup signifikan sejak 2008. Aset perusahaan pembiayaan tumbuh 102,7 persen hingga akhir 2012. Per semester pertama 2013, aset perusahaan pembiayaan mencapai Rp 359,01 triliun.
Tingginya pertumbuhan tersebut mendorong perusahaan pembiayaan mencari lebih banyak pinjaman. Saat ini pinjaman perusahaan telah terdiversifikasi tidak hanya dari pinjaman perbankan. Dari aset yang hampir Rp 360 triliun, sekitar Rp 220 triliun adalah pinjaman. "Pinjaman 60 persen dari dalam negeri, dan sisanya pinjaman luar negeri dan obligasi. Ke depan pinjaman akan didiversifikasi karena likuiditas perbankan semakin ketat," ujar Efrinal kepada ROL, baru-baru ini.
Pasar modal tampaknya akan menjadi ladang pinjaman bagi perusahaan pembiayaan. Penerbitan obligasi oleh perusahaan multifinance terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2010 pinjaman dari penerbitan surat utang nilainya mencapai Rp 18,38 triliun. Nilai ini meningkat hampir dua kali lipat pada 2011 sebesar Rp 30,29 triliun dan tumbuh di 2012 menjadi Rp 43,76 triliun. Per Juni 2013, pinjaman dari pasar modal mencapai Rp 50,67 triliun.
Direktur Utama PT Mandiri Sekuritas Abi Priyadi Riyanto sebelumnya mengungkapkan perbankan bakal mengetatkan aturan dan syarat penyaluran kredit di tengah proyeksi pertumbuhan kredit yang melambat. Perbankan cenderung akan menyalurkan kredit yang sudah ada di pipeline atau ke perusahaan yang sudah memiliki rekam jejak kredit yang bagus.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menyatakan pertumbuhan kredit perbankan di tahun depan diperkirakan melambat menjadi hanya hanya 15,3-16,6 persen. Sementara dana pihak ketiga (DPK) pertumbuhannya ikut melambat menjadi 15,4-16,4 persen. Hal ini tentu akan membuat likuiditas perbankan semakin ketat sehingga perbankan perlu hati-hati dalam menyalurkan kredit. "Karena kalau pertumbuhan kredit lebih dari itu, dikhawatirkan menciptakan satu tekanan pada ekonomi," ujar Agus.