Ahad 22 Dec 2013 14:03 WIB

Pemerintah Diminta Hati-Hati Buka Kesempatan Warga Asing Miliki Properti

Red: Nidia Zuraya
Pengerjaan proyek properti di kawasan Kuningan, Jakarta.
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Pengerjaan proyek properti di kawasan Kuningan, Jakarta.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Indonesia Property Watch mengingatkan pemerintah untuk sangat berhati-hati bila ingin menerapkan kebijakan yang membuka kesempatan bagi warga negara asing untuk memiliki properti di Indonesia.

"Kepemilikan asing harus hati-hati diterapkan di Indonesia," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, Ahad (22/12). Menurutnya, kepemilikan asing dalam sektor properti dalam negeri dinilai tidak hanya mengakibatkan kerugian materi tetapi juga dampak sosial yang tidak terkendali.

Ali juga mengingatkan bahwa fenomena bubble atau gelembung berpotensi terjadi di sejumlah negara yang membuka luas aturan tentang kepemilikan asing di negara tersebut. "Kondisi bubble terjadi di beberapa negara dengan aturan kepemilikan asing yang dibuka luas," kata.

Ali menuturkan, ketika properti dijual untuk orang asing, hal tersebut dapat mengakibatkan harga naik berkali-kali lipat karena patokan harga properti menjadi patokan regional dengan pasar orang asing yang mempunyai daya beli tinggi. Dia mencontohkan, harga sebuah properti yang sebenarnya Rp 2 miliar, kemungkinan akan dijual menjadi sekitar Rp5 miliar bila orang asing diperbolehkan memiliki properti.

"Inilah yang menjadi awal terjadinya bubble properti. Hal ini bisa diperparah lagi bila memang sebagian besar pasar merupakan investor atau spekulator," katanya.

Ali juga mengatakan, ketika pasar internasional terganggu dan harga sudah terlalu tinggi, seperti krisis Eropa tahun 2007-2008 banyak properti yang harganya jatuh drastis karena pembentukan harga yang terjadi adalah patokan harga semu, bukan harga riil yang seharusnya Rp 2 miliar.

Ia mengingatkan, kasus subprime mortgage di Amerika Serikat merupakan dampak akibat pasar derivatif karena negara adidaya tersebut dinilai terlalu mengagungkan pasar efek dan saham sehingga kredit kepemilikan rumah menjadi salah satu obyek investasi pasar derivatif AS.

"Sehingga portfolio kredit diperjualbelikan dalam pasar saham. Berbeda dengan di Indonesia yang relatif masih bersifat konvensional sehingga kemungkinan akan terjadi 'bubble' relatif sangat kecil," paparnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement